“Yang Menabur dengan
cucuran air mata,akan menuai dengan sorak-sorai…..”(Mz 125)
Malino - Sulawesi Selatan
15 - 19 Juli 2013
Banyaknya
persoalan dan permasalahan dalam penangangan kasus kasus perdagangan manusia
khususnya dan Buruh Migrant pada umumnya tidak menyurutkan semangat dan
keteguhan para religius dan aktifis untuk selalu mengobarkan semangat
kemanusiaan. Semangat yang akan selalu berkobar , semangat yang tidak akan
pernah padam dalam mensosialisasikan , mengabarkan, menginformasikan berbagai
bentuk, modus, akibat, dan reintegrasi para korban perdagangan manusia. Sebuah
bentuk kejahatan terhadap sebuah pelecehan atas hak hak dan martabat manusia
sebagai citra Allah. Sebuah bentuk lain dari perbudakan modern .
Banyak
produk produk hukum yang telah di rumuskan oleh pemerintah pusat maupun daerah dalam era modern ini beserta kemajuan
tehknologinya. Tapi di luar itu malah timbul berbagai pertanyaan yang sering
kali timbul, misalnya ; bisakah produk
produk hukum itu bisa menanggulangi masalah ini...?
Bagaimana
kita mengimplementasikannya ? Bagaimana kita berkomunikasi ? Bagaimana kita
memanfaatkan sarana media sosial sebagai sarana untuk pendampingan,
pemberdayaan, lobby dan advokasi kasus dan kebijakan terkait human trafficking.
Letak
strategis Indonesia yang terletak di antara Lautan Pasifik dan Lautan Hindi,
dan antara benua Asia dan benua Australia, menjadikan negara ini sebagai sebuah
negara tujuan, transit maupun sumber dengan berbagai kepentingan sejak dahulu
kala.
Letak
yang strategis tersebut membuat negara Indonesia yang mempunyai ribuan pulau
pulau kecil yang tersebar juga sangat rawan dan rentan terhadap berbagai tindak
kejahatan yang memanfaatkan luas wilayah negara ini. Termasuk salah satu
kejahatan terbesar ketiga di seluruh dunia, yaitu Perdagangan Manusia.
Dalam
laporan tahunan “ Trafficking in Person Report Indonesia 2013 “ disebutkan , indonesia adalah negara sumber
utama perdagangan seks dan kerja paksa bagi perempuan, anak-anak, dan pria dan
dalam tingkat yang jauh lebih rendah menjadi negara tujuan dan transit bagi perdagangan seks dan kerja paksa .
Masing-masing
dari 33 provinsi di Indonesia merupakan daerah sumber dan tujuan perdagangan
manusia, dengan daerah sumber yang paling signifikan adalah provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Nusa Tenggara Barat, dan Banten
Sebagian
besar objek dari perdagangan ini adalah perempuan di bawah umur. Selain
prostitusi, perempuan-perempuan muda ini dipekerjakan sebagai pembantu rumah
tangga yang hak-haknya tidak dipenuhi.
Kemiskinan
umumnya dituding sebagai penyebab trafficking, padahal itu hanyalah salah satu
pemicunya. Alasan mengapa anak-anak terjebak praktek trafficking umumnya
disebabkan karena menikah dan bercerai di usia muda, dorongan dari keluarga
untuk bekerja, krisis ekonomi, jeratan kemiskinan serta minimnya informasi dan
pemahaman tentang traffiking terutama di wilayah-wilayah terpencil. Trafficking
paling banyak memakan korban anak perempuan. Trafficking juga sangat berkaitan
isu lain, misalnya kondisi psikososial korban yang trauma dengan pengalamannya
diperdagangkan dan pengaruh trauma itu pada kehidupan selanjutnya. Selain di
tempat prostitusi, anak-anak juga dijadikan kurir narkoba, pekerja di
perkebunan dan jermal serta di suruh mengemis.
Untuk
menanggapi tantangan tersebut diatas diperlukan sikap peduli seluruh masyarakat
khususnya Kaum Religius Seluruh Indonesia untuk terus belajar dan berani
membuka diri terhadap segala tantangan dan keprihatinan jaman serta ambil
bagian dalam menyelamatkan bangsa dan negara dengan mempersiapkan kualitas
Sumber Daya Manusia sedini mungkin, khususnya terhadap ketidakadilan dan tindak kekerasan yang
terjadi disekitar kita, melalui pendidikan di dalam keluarga, sekolah dan
lingkungan masyarakat.
Komunikasi
dan koordinasi sangat diperlukan dalam penanganan masalah ini. Tidak bisa hanya
satu pihak karena korban masih memerlukan berbagai bentuk pendampingan,
kesehatan mental dan lain lain . Jejaring antar mereka yang peduli sangat
diperlukan.
Hal
ini menjadi penting, mengingat banyak kaum religius yang bersentuhan dengan
anak dan perempuan dalam karya kerasulan mereka.
Diharapkan
dengan pengetahuan dan jejaring yang dimiliki dapat menjadi fondasi yang kokoh
bagi pelayanan kita sebagai kaum religius Indonesia yang mempunyai panggilan
khusus untuk mewujudkan Kerajaan Allah di dunia terutama bagi yang tertindas.
Latar Belakang Pertemuan Nasional
Berawal
dari kunjungan SRTV (Stichting Religius Tegen Vrowen handel) yaitu salah satu
komisi KNR (Koptarinya Belanda) yang datang ke Indonesia, selain itu ia juga
ingin bertemu dengan Sr. Antonie Ardatin dan teamnya (Sr. Lia RGS dan Sr.
Katharina FSGM) di Jakarta. Dengan sedikit berkeliling sampai ke Ambon, Seram,
Manado dan Makassar, ia baru sadar bahwa Indonesia ternyata negara yang luas. Keadaan
fisik karena usia, membuat mereka tidak dapat lagi bekerja seperti dulu; tetapi
kepekaan dan keprihatinan mereka terhadap realitas dunia, tetap tajam; dan
dengan berani mereka meresponsnya dengan tindakan yang nyata. Salah satu contohnya
adalah mengenai maraknya human trafficking. Mereka sendiri sudah tidak mampu
melakukan sendiri, maka mereka melibatkan awam yang mempunyai visi yang sama
dengan mereka.besar. Selama ini, yang ada di benaknya Indonesia = Jawa – Bali –
Flores.

Banyak
kongregasi di berbagai sudut tanah air Indonesia ini juga aktif dengan cara dan
kemampuan mereka sendiri, menanggapi tantangan-tantangan human trafficking ini.
Namun kemudian timbul pertanyaan ( Seperti disampaikan Sr Theresia JMJ ), “
Kalau kegiatan ini adalah salah satu gerakan dari IBSI dan sifatnya nasional,
mengapa mereka ini bergerak sendiri-sendiri? Mengapa religius di Indonesia
(laki-laki dan perempuan) tidak bergandengan dan saling membantu untuk
bekerja
bersama-sama, bukankah persoalan human trafficking ini bukan hanya tugasnya
kaum perempuan? Bukankah mereka itu memiliki visi yang sama?, Mengapa hanya
IBSI, dimana para biarawan dan imam? “
Beberapa
waktu kemudian Sr. Antonie PMY( koordinator Counter Women Trafficking
Commission – Komisi dalam IBSI ), Ms. Floor, Ms. Elma dan beberapa Pemimpin
Umum merencanakan untuk mengadakan pertemuan nasional. Tujuannya ialah:
bagaimana kita kaum religius dan imam (Gereja Indonesia) dapat bergerak
bersama-sama, membangun net-working anti human trafficking.
Di
lihat dari segi geografisnya, Makassar adalah central Indonesia dari Timur –
Barat, Utara dan selatan.
Atas kerjasama yang baik dari
IBSI-Mensen met een Misie - KNR-SRTV- Panitia Nasional dan Panitia Lokal
(Keuskupan Makassar dan JMJ provinsi Makassar), maka pertemuan ini dapat
terjadi pada tanggal 15 sampai dengan 19 Juli 2013 bertempat di Malino –
Makassar.
Kongregasi
yang hadir berasal dari 31 Kongregasi Biarawati , Antara Lain :BKK, FCh, FCJ, FCJM, FMM, FSE, HK, MASF, OP, OSA, OSF,
SND, SPM, TMM , ADM, KSFL, KYM, MC, OSU,PI, PK, PRR, SCMM, SFD, SFIC , Dsy,
FSGM, PMY, RGS , JMJ, SSpS dan 8 Kongregasi Biarawan , antara Lain : MSF, MTB,
O Carm, OFMCap, SCJ, Pr, SVD
Mereka
hadir di Malino dengan tujuan antara lain Untuk membangun jaringan nasional
terhadap perdagangan manusia, Untuk memperkuat jaringan yang ada, Untuk
membangun jaringan regional, Untuk meningkatkan komunikasi antar jaringan, Untuk
memperkuat komisi , Untuk menyertakan mitra lainnya dalam misi mereka terhadap
perdagangan manusia, khususnya perempuan dan eksploitasi.
“ Tidak cukup hanya dengan pencegahan
dan pemulangan tetapi perlu diskusi bagaimana kita membekali diri kita dan komunitas
“
(Sr.
Monika PK)
Beragamnya
masalah, kesulitan, pengaruh budaya dan kebutuhan terkait dengan masalah ini
tidak menyurutkan semangat peserta dalam mengikuti pertemuan ini hingga akhir.
Kurangnya
pengetahuan Tentang Human Trafficking yang mengakibatkan Kurang Adanya Dukungan
Bagi Person Person Yang Membantu Korban, Belum Ada Penugasan Resmi Dari
Kongregasi Untuk Menangani Karya Ini., Geografis Yang Sangat Luas, Penegakan
Hukum Lemah, Kurang Dana Repatriasi, Kurang Terampil Untuk Mendampingi Korban, Pengaruh
Adat & Budaya misalnya perempuan dan anak
“Dikuasai “ Oleh Paman ,budaya patriarki , Perubahan Drastis Dari Budaya
Agraris Ke Budaya Instan, Kawin Dibawah Umur, Biaya Adat Sangat Tinggi,
Kekerasan dalam rumah tangga, suami menjual istri, seks bebas, kawin dibawah
umur, hak asasi anak perempuan diambil paman, sejak lahir anak perempuan suddh
diperjualbelikan, pengaruh penggunaan hp mewah, transaksi seks di pasar
bersamaan dengan penawaran pinang, bayar denda selesai perkara, menjebak istri,
hamil dalam masa sekolah, pembunuhan bayi, diimingi-imingi pekerjaan dengan
gaji besar, pemerkosaan, kumpul kebo, masalah ekonomi, poligami, tingkat
pendidikan yang rendah, daya tarik melihat TKI yang sukses, cuci otak/hipnotis,
penipuan dengan menyewakan anak, persoalan adat dengan mas kawin (Nias),
merantau dengan melarikan diri, penipuan adat dengan kumpul kebo karena tidak
ada adat yang mengatrur hal ini (Mentawai), penjualan anak, rusun terselubung
(Palembang), buruh garment (Batam), adalah berbagai Kesulitan dan tantangan
yang harus dihadapi oleh peserta.

Networks dan Networking
Kebutuhan
untuk membangun jejaring, menjalin komunikasi,
sharing informasi, memberi pembekalan TKW yang akan ke LN, belajar dari
yang sudah punya pengalaman untuk menangani masalah ini, perlunya jaringan
dengan jaringan LN, sosialisasi human trafficking dan KDRT-Gender dijelaskan
dengan baik sekali oleh Romo Kuntoro SJ dalam sesi Media Sosial dan Internet.
Dengan
berjejaring atau ber -Networks dan Networking
sebuah kegiatan akan menjadi Lebih
efektif, Lebih efisien, Bisa menjangkau setiap kalangan, jalan untuk
berhubungan dengan banyak orang (tak terbatas) dan lebih luas.
Romo Kuntoro SJ juga menjelaskan dua Type network yaitu
Network spiderweb (laba-laba) dan Network Fishnet (Jala).
Keduanya
mempunyai kekuatan dan kelemahan.Jejaring Laba-Laba – Spiderweb mempunyai
kekuatan misalnya : ada pengurus pusat dan sekretariat, komunikasi dan
koordinasi menjadi tanggungjawab sekretariat, reaksi cepat, menjamin kualitas
informasi, karena info
terkontrol
oleh pusat, intervensi terstandar sedang kelemahannya adalah terlalu homegen
dalam pendapat, misalnya: dalam situasi konflik, network menjadi rapuh, Pusat
tidak mewakili seluruh anggotanya. Sedangkan Jala Ikan Atau Fishnet/Cell Structure
mempunyai kekuatandimana tiap orang
mempunyai banyak hubungan, jika satu putus masih ada yang lain, sulit
dirobohkan karena masing-masing punya tanggung jawab sendiri, tanpa hubungan
yang terpusat, tidak ada sekretariat, anggotanya bersifat relawan/volunter. Sedangkan
kelemahannya tiap anggota bertanggung jawab sendiri-sendiri, karena sifatnya
informal maka akan kurang koordinasi, info kurang bermutu karena tanpa kontrol.
“ Kita perlu menggunakan segala cara
termasuk media digital untuk menjangkau ‘massa’. Produksi media dibuat untuk
menjawab kebutuhan nyata, perlu di kemas secara menarik “
Mengapa
saya hadir di sini
Berbagai
sharing pengalaman mulai dari pendampingan korban, rumah aman ( Sheltering ),
Lobbying dengan berbagai pihak, hingga pencegahan telah menambah wawasan dan
pengetahuan peserta baik yang baru berkecimpung dalam karya ini maupun mereka
yang telah lama. Semangat dan Antusiasme peserta untuk mengikuti kegiatan
terlihat dari beragamnya pertanyaan dan pendapat yang di sampaikan oleh peserta
yang terdiri dari berbagai kongregasi religius katolik ini.
“
Belajar dari para senior dalam menangani kasus kasus trafficking dan bagaimana
menangani korban “
Sr. Albina SSpS
“ Memperluas jaringan, yang sebelumnya
hanya lewat email dan telepon, sekarang bisa tatap muka langsung. Tidak
hanya Suster tapi juga Romo dan Bruder. Berkomunikasi (FB, Twiter, web) “
Sr. Cecilia SSpS
“
Belajar, membangun jejaring, menunjukkan komitmen sebagai Gereja yang peduli
pada wajah Allah yang terluka “ Rm.
Eduardus Pr
“
Belajar berjejaring dengan media massa “ Sr.
Vinsensia HK
“
Semakin cakap membela orang-orang terpinggirkan “ Sr. Sili ADM
“ Uang saku merupakan jeratan hutang, kalau
tidak jadi berangkat harus mengganti/ mengembalikan uang yang dikeluarkan untuk
makan, administrasi dsb. Bisa dikatakan Produk hukum apapun di Indonesia terasa
tajam di bawah, tumpul di atas. “
Ibu Lili dari Seruni - Survivor dari Banyumas.
Bagaimana kita dapat
menjadi kompak dalam misi kita mewartakan kabar gembira khususnya dalam konteks
permasalahan human trafficking ini?
Di
dunia yang terpecah-belah saat ini, yang ditandai dengan berbagai macam bentuk
dan tingkatan “homelessness”, semangat mistik kita, dimana kita merasa memiliki
dan dimiliki Tuhan, seharusnya membuat kita mampu terbuka terhadap sesama dan
dunia, menawarkan diri kita sendiri, komunitas-komunitas kita, dunia kita
sebagai tempat yang ramah untuk seluruh umat manusia dan seluruh ciptaan Tuhan,
demikian yang disampaikan oleh Sr Theresia JMJ.
Pertemuan
yang berakhir pada tanggal 19 Juli 2013 ini, telah menghasilkan sebuah
pernyataan. Namun seperti yang
disampaikan oleh Rm Kuntoro Sj , pernyataan yang tertuang ini tidak akan
berhasil dan hanya akan menjadi sekedar coretan tinta hitam diatas kertas putih
jika dilakukan tanpa semangat , tanpa jejaring , tanpa kerja sama dari semua
pihak yang peduli dalam karya kemanusiaan ini.
Diperlukan
sikap tanggap kaum biarawan/wati untuk terus belajar dan berani membuka diri
terhadap segala tantangan dan keprihatinan jaman serta ambil bagian dalam
menyelamatkan bangsa dan negara dengan mempersiapkan tenaga-tenaga yang
berkualitas sedini mungkin, khususnya terhadap kondisi ketidak-adilan dan
tindak kekerasan yang terjadi disekitar kita, melalui pendidikan di dalam keluarga,
dalam sekolah-sekolah dan lingkungan masyarakat. Hal ini menjadi penting,
mengingat banyak karya kongregasi yang bersentuhan dengan anak dan perempuan.....Selamat
Berkarya.
Penulis :
Dadang
Sekretaris
Eksekutif CWTC