PROTOKOL PALERMO

Protokol untuk Pencegahan, Penekanan dan Penghukuman Perdagangan Manusia. Khususnya Perempuan dan Anak, Melengkapi Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa terhadap Kejahatan Transnasional yang Terorganisir
 Ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
pada tanggal 15 Nopember 2000*


MUKADIMAH


Negara-negara Pihak Protokol ini,

Menyatakan bahwa tindakan-tindakan efektif untuk mencegah dan memerangi perdagangan manusia, terutama perempuan dan anak-anak, membutuhan sebuah pendekatan internasional yang komprehensif  di negara asal, negara transit dan negara tujuan yang mencakup  langkah-langkah  untuk mencegah  perdagangan,  untuk  menghukum  para  pelaku  perdagangan  dan  untuk  melindungi  korban- korban perdgangan manusia, termasuk melindungi hak asasi mereka yang diakui secara internasional,

Mempertimbangkan  fakta bahwa, meskipun ada berbagai macam instrument internasional  yang berisi   aturan-aturan   dan   langkah-langkah   praktis   untuk   memerangi   exploitasi   manusia,   terutama perempuan   dan  anak-anak,   namun  tidak  ada  instrument  universal  yang  menangani  semua  aspek perdagangan manusia,

Memperhatikan  bahwa,  dalam  ketiadaan  instrument  semacam  itu,  orang-orang  yang  rentan terhadap perdagangan tidak akan mendapat perlindungan yang memadai,

Protokol untuk Pencegahan, Penekanan dan Penghukuman
Perdagangan Manusia, Khususnya Perempuan dan Anak

Mengingat resolusi Majelis Umum 53/111 tanggal 9 Desember 1998, yang Majelis memutuskan untuk membentuk sebuah komite ad hoc antar pemerintah tanpa batasan dengan tujuan mengelaborasi sebuah   konvensi   internasional   yang   komprehensif   untuk   melawan   kejahatan   transnasional   yang terorganisir dan untuk membahas elaborasi dari, salah satunya, sebuah instrumen internasional yang menangani perdagangan terhadap perempuan dan anak-anak.

Meyakini bahwa dengan menambah Konvensi Perserikatan  Bangsa-Bangsa  terhadap Kejahatan Transnasional yang Terorganisir dengan sebuah instrumen internasional untuk pencegahan, penghentian, dan penghukuman perdagangan manusia, terutama perempuan dan anak-anak, akanlah sangat bermanfaat untuk mencegah dan memerangi kejahatan tersebut,

Telah menyepakati hal-hal sebagai berikut:

I. KETENTUAN UMUM

Pasal 1. Hubungan dengan Konvensi Persrikatan Bangsa-Bansga terhadap Kejahatan Transnasional yang Terorganisir
1.     Protokol  ini melengkapi  Konvensi  Perserikatan  Bangsa-Bangsa  terhadap  Kejahatan  Transnasional yang Terorganisir. Hal ini harus diinterpretasikan secara bersamaan dengan Konvensi tersebut.
2.     Ketentuan-ketentuan   Konvensi  haruslah  berlaku  secara  mutatis  mutandis  terhadap  protokol  ini kecuali disebutkan sebaliknya dalam dokumen ini.
3.     Pelanggaran-pelanggaran sesuai dengan pasal 5 dari Protokol ini harus dianggap sebagai pelanggaran- pelanggaran sesuai dengan Konvensi.

Pasal 2. Pernyataann Tujuan

Tujuan-tujuan dari Protokol ini adalah :

a)     Untuk  mencegah  dan  memerangi  perdagangan  manusia,  dengan  menaruh  perhatian  khusus terhadap perempuan dan anak-anak;
b)     Untuk melindungi  dan membantu  korban-korban  perdagangan  manusia,  dengan menghormati secara penuh hak asasi mereka;
c)     Untuk pemajuan kerjasama diantara Negara-negara Pihak dalam rangka memenuhi tujuan-tujuan tersebut.

Pasal 3. Penggunaan Istilah

Untuk tujuan-tujuan dari Protokol ini:

a)     Perdagangan manusia” haruslah berarti perekrutan, pengiriman, pemindahan, menyembunyikan atau  menerima  individu-individu,  dengan  cara  mengancam  atau  penggunaan  paksaan  atau bentuk-bentuk  kekerasan  lainnya,  penculikan,  penipuan,  kebohongan,  penyalahgunaan kekuasaan atau pemanfaatan sebuah posisi yang rentan atau pemberian atau penerimaan pembayaran  atau keuntungan  untuk mendapatkan  ijin dari seseorang untuk memeiliki kontrol terhadap   orang   lain,   dengan   tujuan-tujuan   untuk   mengeksploitasi.   Eksploitasi   haruslah mencakup, pada tingkat paling minimum, eksploitasi prostitusi terhadap seseorang atau bentuk- bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja paksa, perbudakan atau praktek-praktek yang serupa dengan perbudakan, penghambaan atau penghilangan organ;
b)     Persetujuan  dari seorang korban perdagangan  manusia atas eksploitasi  yang disengaja seperti yang tertera dalam sub ayat (a)  pasal ini haruslah dianggap batal ketika cara-cara yang tertera dalam subayat (a) digunakan dalam tindak perdagangan atau eksploitasi tersebut;
c)     Perekrutan,  pengiriman,  pemindahan,  penyembunyian  atau  penerimaan  seorang  anak  untuk tujuan eksploitasi harus dianggap sebagai “perdagangan  manusia” meskipun jika hal ini tidak melibatkan cara-cara yang tertera dalam sub ayat (a) pasal ini:
d)     “Anak-anak” harus berarti semua orang dibawah usia delapan belas tahun.

Pasal 4.  Wilayah Penerapan

Kecuali bila disebutkan lain, Protokol ini haruslah diberlakukan untuk pencegahan, investigasi dan penuntutan  hukum  atas pelanggaran-pelanggaran  yang ditetapkan  sesuai  dengan  pasal 5 Protokol  ini, dimana pelanggaran-pelanggaran tersebut bersifat transnasional, dan melibatkan kelompok kejahatan terorganisir,  dan harus  diterapkan  pula untuk perlindungan  bagi korban  dari pelanggaran-pelanggaran tersebut.

Pasal 5. Kriminalisasi

1.     Setiap  Negara  Pihak  harus  menetapkan  langkah-langkah  legislatif  dan langkah-langkah  lain  yang dianggap  perlu  untuk  menetapkan  tindakan-tindakan  yang  dinyatakan  dalam  pasal  3 protokol  ini sebagai tindakan kriminal, ketika tindakan-tindakan dilakukan dengan sengaja.
2.     Setiap Negara Pihak juga harus menetapkan langkah-langkah legislatif dan langkah-langkah lain yang dianggap perlu untuk menjadikan hal-hal dibawah ini sebagai tindak kriminal:

a.     Tunduk kepada konsep dasar dari sistem hukumnya, percobaan untuk melakukan tindak-tindak pelanggaran yang ditetapkan sesuai dengan ayat 1 pasal ini;
b.     Terlibat  sebagai  kaki tangan  dalam tindak pelanggaran  yang ditetapkan  sesuai dengan ayat 1 pasal ini; dan
c.     Mengorganisir atau menyuruh orangh lain untuk melakukan tindak pelanggaran yang ditetapkan sesuai dengan ayat 1 pasal ini.

II.  PERLINDUNGAN BAGI KORBAN PERDAGANGAN MANUSIA

Pasal 6. Bantuan dan perlindungan bagi korban perdagangan manusia

1.     Dalam kasus-kasus yang layak dan yang sejauh mana dimungkinkan di bawah hukum nasional, setiap Negara Pihak harus melindungi  privasi  dan identitas  dari korban perdagangan  manusia,  termasuk salah satunya, degan cara menerapkan proses hukum yang berhubungan dengan perdagangan.
2.     Setiap Negara Pihak harus memastikan bahwa hukum nasional atau sistem administrasinya memuat langkah-langkah yang memberikan korban perdagangan manusia hal-hal di bawah ini:

a.     Informasi mengenai proses pengadilan dan administratif yang relevan;
b)     Bantuan   yang  memungkinkan   bagi  pandangan-pandangan   dan  kekhawatiran-kekhawatiran mereka untuk bisa tersampaikan dan dipertimbangkan pada tahapan-tahapan yang sesuai dengan tuntutan-tuntutan   kriminal   melawan   para  pelanggar,   namun   tetap   dalam   kerangka   tidak merugikan hak terdakwa.

3. Setiap   Negara   Pihak   harus   mempertimbangkan   untuk   mengimplementasikan   langkah-langkah pemulihan  fisik,  psikologi  dan sosial  bagi korban  perdagangan  manusia,  dalam  kasus-kasus  yang sesuai, bekerjasama dengan lembaga-lembaga  swadaya masyarakat, organisasi-organisasi  lain yang relevan dan elemen-elemen masyarakat sipil lainnya, dan terutama dalam ketentuan-ketentuan:

a. Tempat tinggal yang layak;
b. Konseling dan informasi, terutama yang terkait dengan hak hukum mereka, dengan menggunakan bahasa yang bisa dimengerti oleh korban perdagangan mansusia
c. Bantuan medis, psikologi dan material; dan
d. Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, pendidikan dan pelatihan-pelatihan.

4. Dalam  menerapkan  ketentuan-ketentuan  dalam  pasal  ini,  setiap  Negara  Pihak  harus mempertimbangkan  umur, jender,  dan kebutuhan-kebutuhan  khusus korban perdagangan  manusia, terutama kebutuhan-kebutuhan  khusus anak-anak, termasuk didalamnya tempat tinggal, pendidikan dan pengasuhan yang layak.
5.     Setiap Negara Pihak harus berupaya keras untuk menjamin keselamatan  fisik korban perdagangan manusia ketika mereka berada dalam wilayahnya.
6.     Setiap Negara Pihak harus memastikan bahwa sistem hukum nasionalnya memuat langkah-langkah yang menawarkan korban perdagangan manusia kemungkinan untuk mendapatkan kompensasi atas kerugian yang diderita.

Pasal 7. Status korban perdagangan manusia di Negara-negara penerima

1.     Sebagai tambahan  atas pengambilan  langkah-langkah  menurut  pasal 6 Protokol ini, setiap Negara Pihak harus mempertimbangkan  untuk menetapkan langkah-langkah  legislatif dan langkah-langkah lain yang layak yang memungkinkan korban perdagangan manusia untuk tetap tinggal di wilayahnya, sementara maupun permanen, dalam kasus-kasus tertentu.
2.     Dalam Mengimplementasikan ketentuan-ketentuan yang termuat dalam ayat 1 pasal ini, setiap Negara Pihak harus memberikan pertimbangan yang layak atas faktor-faktor kemanusiaan dan kasih.

Pasal 8. Pemulangan korban perdagangan manusia
1.     Negara Pihak dimana seorang korban perdagangan manusia menjadi warga negara atau dimana orang tersebut mendapatkan hak untuk menjadi penduduk tetap pada saat orang tersebut memasuki wilayah Negara  Pihak  penerima,  harus  memfasilitasi   dan  menerima   kepulangan   orang  tersebut  tanpa penundaan yang berlebihan dan tidak berlasan, dengan memperhatikan keselamatan orang tersebut.
2.     Ketika sebuah Negara Pihak memulangkan  seorang korban perdagangan manusia ke Negara Pihak dimana orang tersebut adalah warga negaranya  atau mendapat  hak sebagai penduduk tetap, disaat orang tersebut memasuki wilayah Negara Pihak penerima, pemulangan semacam itu haruslah dengan memperhatikan  keselamatan  orang  tersebut  dan status  dari tuntutan-tuntutan  hukum  apapun  yang terkait  dengan  fakta  bahwa  orang  tersebut  adalah  korban  perdagangan  manusia  dan  pemulangan tersebut lebih baik harus bersifat sukarela.
3.     Atas permintaan  dari Negara Pihak penerima, Negara Pihak yang diminta,  tanpa penundaan  yang berlebihan atau tidak beralasan, harus memverifikasi apakah orang yang menjadi korban perdagangan manusia adalah warga negaranya atau mendapatkan hak sebagai penduduk tetap di dalam wilayahnya pada saat orang tersebut memasuki wilayah dari Negara Pihak penerima.
4.     Dalam rangka untuk memfasilitasi  kepulangan  seseorang korban perdagangan  manusia yang tidak memiliki  dokumen  sebagaimana  mestinya,  seseorang  yang  merupakan  warga  negara  dari  Negara Pihak atau orang tersebut mendapat hak sebagai penduduk tetap pada saat orang tersebut memasuki wilayah Negara Pihak penerima, harus setuju untuk mengeluarkan dokumen perjalanan atau otorisasi lainnya   yang   dianggap   perlu,   sesuai   dengan   permintaan   Negara   Pihak   penerima,   untuk memungkinkan orang tersebut melakukan perjalanan dan masuk kembali ke dalam wilayahnya.
5.     Pasal ini tidak boleh merugikan hak korban perdagangan  manusia yang mungkin disebabkan  oleh hukum nasional Negara Pihak penerima.
6.     Pasal ini harus tanpa merugikan kesepakatan bilateral atau multilateral yang berlaku atau ketetapan yang mengatur, secara keseluruhan maupun sebagian, kepulangan korban perdagangan manusia.


III. PENCEGAHAN, KERJASAMA DAN LANGKAH-LANGKAH LAIN

Pasal 9. Pencegahan Perdagangan

1.   Negara-negara Pihak harus menetapkan kebijakan-kebijakan, program-program dan langkah-langkah lain yang komprehensif:
a.   Untuk mencegah dan memerangi perdagangan; dan
b.   Untuk  melindungi  korban  perdagangan  manusia,  terutama  perempuan  dan  anak-anak,  dari kemungkinan untuk menjadi korban kembali.
2.   Negara-negara Pihak harus berupaya keras untuk melaksanakan langkah-langkah lain yang ditetapkan seperti penelitian,  informasi  dan kampanye  media massa dan inisiatif-inisiatif  sosial dan ekonomi untuk mencegah dan memerangi perdagangan.
3.   Kebijakan-kebijakan,  program-program,  dan  langkah-langkah  lain  yang  ditetapkan  sesuai  dengan pasal  ini  haruslah,  secara  layak,  menyertakan  kerjasama  dengan  organisasi-organisasi   lembaga swadaya masyarakat sipil lainnya.
4.   Negara-negara Pihak harus mengambil atau memperkuat langkah-langkah lain, termasuk melalui kerjasama bilateral atau multilateral, untuk menekan faktor-faktor  yang menyebabkan  orang-orang, terutama   perempuan   dan  anak-anak,   menjadi   rentan   terhadap   perdagangan,   seperti   misalnya kemiskinan, keterbelakangan pembangunan dan kurangnya kesempatan yang setara.
5.   Negara-negara  Pihak harus  mengadopsi  atau memperkuat  langkah-langkah  legislatif  dan langkah- langkah  lainnya,  seperti halnya  langkah-langkah  pendidikan,  sosial  dan budaya,  termasuk melalui kerjasam  bilateral  dan  multilateral,  untuk  mencegah  tuntutan-tuntutan   yang  bisa  menyebabkan terjadinya segala bentuk eksploitasi, dan nantinya bisa mengarah menjadi perdagangan, terutama terhadap perempuan dan anak-anak.

Pasal 10.  Pertukaran informasi dan pelatihan

1.   Penegakan hukum, otoritas imigrasi dan pihak berwenang lainnya yang relevan dari Negara-negara Pihak  haruslah  secara  layak  bekerjasama  satu  sama  lain  dengan  cara  bertukar  informasi,  sesuai dengan hukum nasional mereka, untuk memungkinkan mereka menentukan:

a)     Apakah   seorang   individu   yang   menyeberangi    atau   mencoba   menyeberangi   perbatasan internasional dengan dokumen perjalanan yang sebenarnya adalah milik orang lain ataupun tanpa dokumen perjalanan adalah seorang pelaku atau korban perdagangan manusia;
b)     Jenis-jenis  dokumen  perjalanan  yang  digunakan  atau  dicoba  untuk  digunakan  oleh  individu- individu tersebut untuk menyeberangi perbatasan internasional memiliki tujuan perdagangan manusia..
c)     Alat-alat   dan   metode-metode   yang   digunakan   oleh   kelompok-kelompok   kejahatan   yang terorganisir  untuk tujuan perdagangan,  termasuk pengerahan  dan transportasi  korban, rute-rute dan  hubungan-hubungan  antara  dan  dalam  individu-individu  dan  kelompok-kelompok   yang terlibat dalam perdagangan semacam itu, dan langkah-langkah yang memungkinkan untuk mendeteksi mereka.

2.     Negara-negara  Pihak  harus  menyediakan  atau  memperkuat  pelatihan  untuk  penegakan  hukum, imigrasi dan pejabat-pejabat  lain yang relevan dalam pencegahan perdagangan  manusia.  Pelatihan harus difokuskan pada metode-metode yang digunakan dalam pencegahan perdagangan tersebut, menghukum para pelaku perdagangan  dan melindungi hak para korban, termasuk melindungi para korban dari pelaku-pelaku perdagangan manusia. Pelatihan yang diselenggarakan juga harus mempertimbangkan  hak  manusia  dan  persoalan-persoalan  yang  sensitif  terhadap  anak-anak  dan gender   dan  juga  harus  mendorong   kerjasama   dengan  organisasi-organisasi   lembaga   swadaya masyarakat, organisasi-organisasi lainnya yang relevan dan elemen-elemen masyarakat sipil lainnya.
3.     Negara Pihak yang menerima informasi harus bertindak sesuai dengan permintaan dari Negara Pihak yang menyampaikan  informasi  tersebut yang menempatkan  pembatasan-pembatasan  tempat dalam penggunaanya.

Pasal 11. Aturan-aturan di perbatasan

1.   Tanpa merugikan komitmen internasional dalam hubungannya dengan kebebasan untuk bergerak bagi semua orang. Negara-negara harus memperkuat, sejauh mana dimungkinkan, pengawasan perbatasan yang dianggap perlu untuk mencegah dan mendeteksi perdagangan manusia.
2.   Setiap Negara  Pihak harus mengadopsi  langkah-langkah  legislatif  atau langkah-langkah  lain yang dianggap pantas untuk mencegah, sejauh mana dimungkinkan, alat-alat transportasi yag dioperasikan oleh  perusahaan-perusahaan  komersial  digunakan  untuk  tindakan  pidana  seperti  yang  ditetapkan sesuai dengan pasal 5 Protokol ini.

3.   Bila dianggap pantas, dan tanpa merugikan konvensi-konvensi  internasional yang berlaku, langkah- langkah tersebut harus mencakup perusahaan-perusahaan transportasi atau pemilik atau operator alat- alat transportasi jenis apapun, untuk memastikan bahwa semua penumpang memiliki dokumen perjalanan yang disyaratkan untuk memasuki negara penerima.
4.   Setiap Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah yang diperlukan, sesuai dengan hukum nasionalnya, untuk menjatuhkan sanksi-sanksi bagi pelanggaran kewajiban yang tertera dalam ayat 3 pasal ini.
5.   Setiap Negara Pihak harus mempertimbangkan untuk mengambil langkah-langkah yang mengijinkan, sesuai dengan hukum nasionalnya, penolakan masuk atau pencabutan visa orang-orang yang terlibat tindak pidana sebagaimana telah ditetapkan sesuai dengan Protokol ini.
6.   Tanpa  merugikan  pasal  27  dari  konvensi  ini,  Negara-negara   Pihak  harus  mempertimbangkan memperkuat  kerjasama  diantara  badan-badan  pengawas  perbatasan,  salah  satunya  dengan  cara menjalin dan menjaga hubungan-hubungan komunikasi langsung.

Pasal 12. Keamanan dan pengawasan dokumen

Setiap Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah  yang diangap penting, di dalam alat-alat yang tersedia sebagai berikut;

a.   Memastikan  bahwa dokumen perjalanan  atau dokumen  identitas  yang mereka keluarkan  memiliki kualitas yang tidak mudah disalahgunakan dan tidak dengan mudah dipalsukan atau secara tidak sah dirubah, digandakan atau dikeluarkan lagi; dan
b)   Memastikan   integritas   dan   keamanan   dokumen   perjalanan   ataupun   dokumen   identitas   yang dikeluarkan  oleh atau atas nama Negara  Pihak dan untuk mencegah  pembuatan,  pengeluaran  dan penggunaan yang tidak sah secara hukum.

Pasal 13. Legitimasi dan keabsahan dokumen

Berdasarkan   permintaan   Negara   Pihak   yang   lain,   sebuah   Negara   Pihak,   sesuai   dengan   hukum nasionalnya, haruslah menjelaskan legitimasi dalam jangka waktu yang sesuai dan keabsahan dokumen perjalanan atau identitas yang dikeluarkan atau yang dinyatakan, telah dikeluarkan olehnya dan diduga digunakan untuk tindak perdagangan manusia.

IV. KETENTUAN-KETENTUAN  AKHIR

Pasal 14. Klausa-klausa pengamanan

1.   Tidak satupun dalam Protokol ini yang mempengaruhi hak-hak, kewajiban-kewajiban  dan tanggung jawab   Negara   dan   individu   berdasarkan   hukum   internasional,   termasuk   hukum   humaniter internasional dan hukum hak asasi inetrnasional dan, terutama, apabila berlaku, Konvensi 1951 dan Ptotokol 1967 yang terkait dengan Statuts Pengungsi dan prinsip tidak memperbolehkan  repatriasi atau dikembalikan  ke tempat asal (Non-Refoulement  sebagaimana  disebutkan dalam konvensi dan protocol tersebut).
2.   Langkah-langkah yang tertera dalam Protokol ini harus diinterpretasikan dan dilaksanakan di dalam sebuah  cara  yang tidak mendiskriminasikan  siapapun  dengan  dasar bahwa  mereka  adalah  korban perdagangan  mausia.  Interpretasi  dan  pelaksanaan  langkah-langkah  tersebut  haruslah  konsisten dengan prinsip-prinsip yang diakui secara internasional.

Pasal 15. Penyelesaian Sengketa

1.     Negara-negara Pihak harus berupaya dengan keras untuk menyelesaikan sengketa yang terkait dengan interpretasi dan pelaksanaan Protokol ini melalui negoisasi.
2.     Sengketa apapun yang terjadi di antara dua Negara Pihak atau lebih yang terkait dengan interpretasi dan pelaksanaan  Protokol ini yang tidak bisa diselesaikan melalui negoisasi dalam waktu tertentu, berdasarkan  permohonan  salah  satu  dari  Negara  Pihak  yang  bersengketa,  dapat  diajukan  kepada
3.     arbitrase. Jika, dalam waktu enam bulan setelah tanggal permohonan arbitrase, Negara-negara Pihak yang berselisih tidak dapat mencapai kesepakatan atas arbitrase tersbut, maka salah satu dari Negara Pihak yang berselisih tersebut dapat menyerahkan sengketa tersebut kepada Mahkamah Internasional dengan permohonan yang sesuai dengan Statuta Mahkamah Internasional.
4.     Setiap Negara Pihak, pada saat penandatanganan, ratifikasi, penerimaan atau persetujuan, aksesi atas Protokol ini, dapat menyatakan  bahwa dirinya tidak mau terikat dengan ayat 2 pasal ini. Negara- negara Pihak yang lain tidak terikat dengan ayat 2 pasal ini bila berkaitan dengan Negara Pihak yang mengajukan pensyaratan ini.
5.     Negara Pihak yang telah mengajukan  pensyaratan sesuai dengan ayat 3 pasal ini boleh setiap saat mencabut pensyaratan tersebut dengan menyampaikan pemberitahuan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pasal 16. Tandatangan, pengesahan, penerimaan, persetujuan dan aksesi

1.     Protokol ini terbuka bagi semua Negara untuk menandatangani dari tanggal 12 sampai 15 Desember 2000 di Palermo, Italia, dan setelah masa itu bisa dilakukan di Markas Besar Perserikatan Bangsa- Bangsa di New York sampai batas waktu 12 desember 2002.
2.     Protokol  ini  juga  terbuka  bagi  penandatanganan  oleh  organisasi-organisasi  regional  yang  bersatu dalam hal ekonomi, apabila setidaknya satu dari anggotanya telah menandatangani Protokol ini sesuai dengan ayat 1 pasal ini.
3.     Protokol   ini   dapat   diratifikasi,   penerimaan   atau   persetujuan,   instrumen-instrumen   ratifikasi, penerimaan atau persetujuan harus disimpan pada Sekretaris Jenderal perserikatan Bangsa-Bangsa. Suatu organisasi integrasi ekonomi regional boleh menyerahkan naskah pengesahan, penerimaan atau persetujuannya  jika  paling  tidak  salah  satu  Negara  anggotanya  telah  melakukan  hal  yang  sama. Dalam  naskah  pengesahan,  penerimaan  atau  persetujuannya,  organisasi  tersebut  harus mendeklarasikan  tingkat  kompetensinya  sesuai  dengan  hal-hal  yang  diatur  dalam  protokol  ini. Organisasi macam ini juga harus menginformasikan penyerahan modifikasi-modifikasi  apapun yang relevan terkait dengan kompetensinya.
4.     Protokol ini terbuka untuk diaksesi oleh Negara atau organisasi integrasi ekonomi regional manapun, yang paling tidak salah satu dari Negara anggotanya adalah Pihak dari Protokol ini. Instrumen- instrumen aksesi ini harus disimpan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. Pada saat aksesi ini disampaikan, sebuah organisasi integrasi ekonomi regional harus mendeklarasikan tingkat kompetensinya  yang sesuai dengan hal-hal yang diatur dalam Protokol ini. Organisasi semacam ini juga harus menginformasikan penyerahan modifikasi apapun yang relevan terkait dengan kompetensinya.

Pasal 17. Pemberlakuan

1.     Protokol ini mulai berlaku pada hari kesembilan puluh setelah tanggal penyerahan naskah ratifikasi, penerimaan,  persetujuan atau aksesi yang keempat   puluh, kecuali bahwa Protokol ini tidak boleh berlaku sebelum Konvensi berlaku. Untuk tujuan dari ayat ini, instrumen yang disetorkan oleh sebuah organisasi  integrasi  ekonomi  regional  tidak  boleh  dihitung  sebagai  tambahan  dari  yang  telah diserahkan oleh Negara anggota organisasi tersebut.

2.     Untuk  setiap  Negara  atau  organisasi  integrasi  ekonomi  regional  yang  meratifikasi,  menerima, menyetujui atau mengaksesi Protokol ini setelah penyerahan instrumen keempat puluh dari tindakan semacam  itu,  Protokol  ini  harus  mulai  diberlakukan   pada  hari  ketiga  puluh  setelah  tanggal penyerahan naskah yang relevan oleh Negara atau organisasi semacam itu atau pada saat Protokol ini diberlakukan menurut aturan dari ayat 1 pasal ini, atau manapun yang belakangan.

Pasal 18. Amandemen

1.     Setelah berakhirnya lima tahun masa berlakunya Protokol ini, sebuah Negara Pihak Protokol ini boleh mengusulkan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang segera setelah pengkomunikasian  usulan amandemen kepada Negara-negara  Pihak dan kepada Konferensi Pihak- Pihak  dari  Konvensi  dengan  tujuan  untuk  mempertimbangkan   dan  mengambil  keputusan  dari proposal yang diajukan. Negara-negara Pihak Protokol ini yang bertemu di konferensi Pihak-Pihak harus melakukan semua upaya untuk mencapai konsensus telah dilakukan namun tidak bisa mencapai kesepakatan, sebagai jalan terakhir, amandemen tersebut dapat, sebagai jalan terakhir, meminta penetapannya dengan pemungutan suara mayoritas dua-pertiga dari negara pihak dari Protokol yang hadir dan terlibat pengambilan suara dalam konferensi Pihak-Pihak tersebut.
2.     Organisasi-organisasi  integrasi  ekonomi  regional,  dalam  hal-hal  di wilayah  kompetensinya,  boleh menjalankan hak mereka untuk memilih dibawah pasal ini dengan jumlah suara yang setara dengan jumlah Negara anggota mereka yang menjadi Pihak dari Protokol ini. Organisasi-organisasi semacam ini tidak bias mendapatkan  hak suara jika Negara anggota mereka sudah menjalankan  haknya dan demikian pula sebaliknya.
3.     Suatu  amandemen  yang  ditetapkan  sesuai  dengan  ayat  1  pasal  ini  menjadi  subyek  ratifikasi, penerimaan atau persetujuan oleh Negara-negara Pihak.
4.     Suatu amandemen  yang diterapkan  sesuai dengan ayat 1 pasal ini harus mulai diberlakukan  oleh sebuah  Negara  Pihak  dalam  masa  sembilan  puluh  hari  setelah  tanggal  penyerahan  instrumen ratifikasi, penerimaan atau persetujuan amandemen kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa- Bangsa .
5.     Suatu amandemen mulai diberlakukan, memiliki kekuatan mengikat terhadap semua Negara-negara Pihak yang menyatakan  kesepakatan  mereka untuk menjalankannya.  Negara-negara  Pihak lainnya masih harus terikat ketentuan-ketentuan  Protokol ini atau amandemen-amandemen  yang dilakukan sebelumnya yang sudah mereka ratifikasi, terima atau setujui.

Pasal 19. Penarikan diri

1.   Suatu Negara Pihak boleh menarik diri dari Protokol ini dengan mengirimkan pemberitahuan tertulis kepada  Sekretaris  Jenderal  Perserikatan  Bangsa-Bangsa.  Penarikan  diri  ini  akan  menjadi  efektif setelah salah satu tahun dari tanggal penerimaan surat pemberitahuan oleh Sekretaris Jenderal.
2.   Organisasi integrasi ekonomi regional harus berhenti menjadi Pihak Protokol ini bila semua Negara anggotanya menarik diri mereka atas Protokol ini.

Pasal 20. Penyimpanan dan bahasa

1.     Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa ditugaskan untuk melakukan penyimpanan Protokol ini.
2.     Naskah asli dari Protokol ini terdapat dalam bahasa Arab, Cina, Inggris, Prancis, Rusia dan Spanyol yang mempunyai  keaslian yang sama dan disimpan oleh Sekretaris  Jenderal Perserikatan  Bangsa- Bangsa.

Dengan kesaksian ini, para penandatangan, yang diberi wewenang dengan semestinya untuk menghormati Pemerintah, telah menandatangani Protokol ini.

Sumber : [Protokol Palermo]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar