Ditetapkan oleh
Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa
pada tanggal 15
Nopember 2000*
MUKADIMAH
Negara-negara Pihak Protokol ini,
Menyatakan bahwa tindakan-tindakan
efektif untuk mencegah dan memerangi perdagangan manusia, terutama perempuan
dan anak-anak, membutuhan sebuah pendekatan internasional yang
komprehensif di negara asal, negara
transit dan negara tujuan yang mencakup
langkah-langkah untuk
mencegah perdagangan, untuk
menghukum para pelaku
perdagangan dan untuk
melindungi korban- korban
perdgangan manusia, termasuk melindungi hak asasi mereka yang diakui secara
internasional,
Mempertimbangkan fakta bahwa, meskipun ada berbagai macam
instrument internasional yang
berisi aturan-aturan dan
langkah-langkah praktis untuk memerangi
exploitasi manusia, terutama perempuan dan
anak-anak, namun tidak
ada instrument universal
yang menangani semua
aspek perdagangan manusia,
Memperhatikan bahwa,
dalam ketiadaan instrument
semacam itu, orang-orang
yang rentan terhadap perdagangan
tidak akan mendapat perlindungan yang memadai,
Protokol untuk Pencegahan, Penekanan dan
Penghukuman
Perdagangan Manusia, Khususnya Perempuan
dan Anak
Mengingat resolusi Majelis Umum 53/111
tanggal 9 Desember 1998, yang Majelis memutuskan untuk membentuk sebuah komite
ad hoc antar pemerintah tanpa batasan dengan tujuan mengelaborasi sebuah konvensi
internasional yang komprehensif untuk
melawan kejahatan transnasional yang terorganisir dan untuk membahas elaborasi
dari, salah satunya, sebuah instrumen internasional yang menangani perdagangan
terhadap perempuan dan anak-anak.
Meyakini bahwa dengan menambah Konvensi
Perserikatan Bangsa-Bangsa terhadap Kejahatan Transnasional yang
Terorganisir dengan sebuah instrumen internasional untuk pencegahan,
penghentian, dan penghukuman perdagangan manusia, terutama perempuan dan
anak-anak, akanlah sangat bermanfaat untuk mencegah dan memerangi kejahatan
tersebut,
Telah menyepakati hal-hal sebagai berikut:
I. KETENTUAN UMUM
Pasal 1. Hubungan
dengan Konvensi Persrikatan Bangsa-Bansga terhadap Kejahatan Transnasional yang
Terorganisir
1. Protokol ini
melengkapi Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa terhadap Kejahatan
Transnasional yang Terorganisir. Hal ini harus diinterpretasikan secara
bersamaan dengan Konvensi tersebut.
2. Ketentuan-ketentuan Konvensi haruslah berlaku secara mutatis mutandis terhadap protokol ini kecuali disebutkan sebaliknya dalam dokumen ini.
3. Pelanggaran-pelanggaran sesuai dengan pasal 5 dari Protokol ini harus dianggap sebagai pelanggaran- pelanggaran sesuai dengan Konvensi.
2. Ketentuan-ketentuan Konvensi haruslah berlaku secara mutatis mutandis terhadap protokol ini kecuali disebutkan sebaliknya dalam dokumen ini.
3. Pelanggaran-pelanggaran sesuai dengan pasal 5 dari Protokol ini harus dianggap sebagai pelanggaran- pelanggaran sesuai dengan Konvensi.
Pasal 2. Pernyataann
Tujuan
Tujuan-tujuan dari Protokol ini adalah :
a) Untuk mencegah dan memerangi perdagangan manusia, dengan menaruh perhatian khusus terhadap perempuan dan anak-anak;
b) Untuk melindungi dan membantu korban-korban perdagangan manusia, dengan menghormati secara penuh hak asasi mereka;
c) Untuk pemajuan kerjasama diantara Negara-negara Pihak dalam rangka memenuhi tujuan-tujuan tersebut.
Pasal 3. Penggunaan
Istilah
Untuk tujuan-tujuan dari Protokol ini:
a) Perdagangan manusia” haruslah berarti perekrutan, pengiriman, pemindahan, menyembunyikan atau menerima individu-individu, dengan cara mengancam atau penggunaan paksaan atau bentuk-bentuk kekerasan lainnya, penculikan, penipuan, kebohongan, penyalahgunaan kekuasaan atau pemanfaatan sebuah posisi yang rentan atau pemberian atau penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk mendapatkan ijin dari seseorang untuk memeiliki kontrol terhadap orang lain, dengan tujuan-tujuan untuk mengeksploitasi. Eksploitasi haruslah mencakup, pada tingkat paling minimum, eksploitasi prostitusi terhadap seseorang atau bentuk- bentuk lain dari eksploitasi seksual, kerja paksa, perbudakan atau praktek-praktek yang serupa dengan perbudakan, penghambaan atau penghilangan organ;
b) Persetujuan dari seorang korban perdagangan manusia atas eksploitasi yang disengaja seperti yang tertera dalam sub ayat (a) pasal ini haruslah dianggap batal ketika cara-cara yang tertera dalam subayat (a) digunakan dalam tindak perdagangan atau eksploitasi tersebut;
c) Perekrutan, pengiriman, pemindahan, penyembunyian atau penerimaan seorang anak untuk tujuan eksploitasi harus dianggap sebagai “perdagangan manusia” meskipun jika hal ini tidak melibatkan cara-cara yang tertera dalam sub ayat (a) pasal ini:
d) “Anak-anak” harus berarti semua orang dibawah usia delapan belas tahun.
Pasal 4. Wilayah Penerapan
Kecuali bila disebutkan lain, Protokol ini haruslah
diberlakukan untuk pencegahan, investigasi dan penuntutan hukum
atas pelanggaran-pelanggaran yang
ditetapkan sesuai dengan
pasal 5 Protokol ini, dimana
pelanggaran-pelanggaran tersebut bersifat transnasional, dan melibatkan
kelompok kejahatan terorganisir, dan
harus diterapkan pula untuk perlindungan bagi korban
dari pelanggaran-pelanggaran tersebut.
Pasal 5.
Kriminalisasi
1. Setiap Negara Pihak harus menetapkan langkah-langkah legislatif dan langkah-langkah lain yang dianggap perlu untuk menetapkan tindakan-tindakan yang dinyatakan dalam pasal 3 protokol ini sebagai tindakan kriminal, ketika tindakan-tindakan dilakukan dengan sengaja.
2. Setiap Negara Pihak juga harus menetapkan langkah-langkah legislatif dan langkah-langkah lain yang dianggap perlu untuk menjadikan hal-hal dibawah ini sebagai tindak kriminal:
a. Tunduk kepada konsep dasar dari sistem hukumnya,
percobaan untuk melakukan tindak-tindak pelanggaran yang ditetapkan sesuai
dengan ayat 1 pasal ini;
b. Terlibat sebagai kaki tangan
dalam tindak pelanggaran yang
ditetapkan sesuai dengan ayat 1 pasal
ini; dan
c. Mengorganisir atau menyuruh orangh lain untuk melakukan
tindak pelanggaran yang ditetapkan sesuai dengan ayat 1 pasal ini.
II. PERLINDUNGAN
BAGI KORBAN PERDAGANGAN MANUSIA
Pasal 6. Bantuan dan
perlindungan bagi korban perdagangan manusia
1. Dalam kasus-kasus yang layak dan yang sejauh mana dimungkinkan di bawah hukum nasional, setiap Negara Pihak harus melindungi privasi dan identitas dari korban perdagangan manusia, termasuk salah satunya, degan cara menerapkan proses hukum yang berhubungan dengan perdagangan.
2. Setiap Negara Pihak harus memastikan bahwa hukum nasional atau sistem administrasinya memuat langkah-langkah yang memberikan korban perdagangan manusia hal-hal di bawah ini:
a. Informasi mengenai proses pengadilan dan administratif
yang relevan;
b) Bantuan yang memungkinkan
bagi pandangan-pandangan dan
kekhawatiran-kekhawatiran mereka untuk bisa tersampaikan dan
dipertimbangkan pada tahapan-tahapan yang sesuai dengan tuntutan-tuntutan kriminal
melawan para pelanggar,
namun tetap dalam
kerangka tidak merugikan hak
terdakwa.
3. Setiap Negara Pihak harus mempertimbangkan untuk mengimplementasikan langkah-langkah pemulihan fisik, psikologi dan sosial bagi korban perdagangan manusia, dalam kasus-kasus yang sesuai, bekerjasama dengan lembaga-lembaga swadaya masyarakat, organisasi-organisasi lain yang relevan dan elemen-elemen masyarakat sipil lainnya, dan terutama dalam ketentuan-ketentuan:
a. Tempat tinggal yang layak;
b. Konseling dan informasi, terutama yang terkait dengan hak hukum mereka, dengan menggunakan bahasa yang bisa dimengerti oleh korban perdagangan mansusia
c. Bantuan medis, psikologi dan material; dan
d. Kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan, pendidikan dan pelatihan-pelatihan.
4. Dalam menerapkan ketentuan-ketentuan dalam pasal ini, setiap Negara Pihak harus mempertimbangkan umur, jender, dan kebutuhan-kebutuhan khusus korban perdagangan manusia, terutama kebutuhan-kebutuhan khusus anak-anak, termasuk didalamnya tempat tinggal, pendidikan dan pengasuhan yang layak.
5. Setiap Negara Pihak harus berupaya keras untuk menjamin keselamatan fisik korban perdagangan manusia ketika mereka berada dalam wilayahnya.
6. Setiap Negara Pihak harus memastikan bahwa sistem hukum nasionalnya memuat langkah-langkah yang menawarkan korban perdagangan manusia kemungkinan untuk mendapatkan kompensasi atas kerugian yang diderita.
Pasal 7. Status korban perdagangan manusia di Negara-negara
penerima
1. Sebagai tambahan atas pengambilan langkah-langkah menurut pasal 6 Protokol ini, setiap Negara Pihak harus mempertimbangkan untuk menetapkan langkah-langkah legislatif dan langkah-langkah lain yang layak yang memungkinkan korban perdagangan manusia untuk tetap tinggal di wilayahnya, sementara maupun permanen, dalam kasus-kasus tertentu.
2. Dalam Mengimplementasikan ketentuan-ketentuan yang termuat dalam ayat 1 pasal ini, setiap Negara Pihak harus memberikan pertimbangan yang layak atas faktor-faktor kemanusiaan dan kasih.
Pasal 8. Pemulangan
korban perdagangan manusia
1. Negara Pihak dimana seorang korban perdagangan manusia
menjadi warga negara atau dimana orang tersebut mendapatkan hak untuk menjadi
penduduk tetap pada saat orang tersebut memasuki wilayah Negara Pihak
penerima, harus memfasilitasi dan
menerima kepulangan orang
tersebut tanpa penundaan yang
berlebihan dan tidak berlasan, dengan memperhatikan keselamatan orang tersebut.
2. Ketika sebuah Negara Pihak memulangkan seorang korban perdagangan manusia ke Negara Pihak dimana orang tersebut adalah warga negaranya atau mendapat hak sebagai penduduk tetap, disaat orang tersebut memasuki wilayah Negara Pihak penerima, pemulangan semacam itu haruslah dengan memperhatikan keselamatan orang tersebut dan status dari tuntutan-tuntutan hukum apapun yang terkait dengan fakta bahwa orang tersebut adalah korban perdagangan manusia dan pemulangan tersebut lebih baik harus bersifat sukarela.
3. Atas permintaan dari Negara Pihak penerima, Negara Pihak yang diminta, tanpa penundaan yang berlebihan atau tidak beralasan, harus memverifikasi apakah orang yang menjadi korban perdagangan manusia adalah warga negaranya atau mendapatkan hak sebagai penduduk tetap di dalam wilayahnya pada saat orang tersebut memasuki wilayah dari Negara Pihak penerima.
4. Dalam rangka untuk memfasilitasi kepulangan seseorang korban perdagangan manusia yang tidak memiliki dokumen sebagaimana mestinya, seseorang yang merupakan warga negara dari Negara Pihak atau orang tersebut mendapat hak sebagai penduduk tetap pada saat orang tersebut memasuki wilayah Negara Pihak penerima, harus setuju untuk mengeluarkan dokumen perjalanan atau otorisasi lainnya yang dianggap perlu, sesuai dengan permintaan Negara Pihak penerima, untuk memungkinkan orang tersebut melakukan perjalanan dan masuk kembali ke dalam wilayahnya.
5. Pasal ini tidak boleh merugikan hak korban perdagangan manusia yang mungkin disebabkan oleh hukum nasional Negara Pihak penerima.
6. Pasal ini harus tanpa merugikan kesepakatan bilateral atau multilateral yang berlaku atau ketetapan yang mengatur, secara keseluruhan maupun sebagian, kepulangan korban perdagangan manusia.
2. Ketika sebuah Negara Pihak memulangkan seorang korban perdagangan manusia ke Negara Pihak dimana orang tersebut adalah warga negaranya atau mendapat hak sebagai penduduk tetap, disaat orang tersebut memasuki wilayah Negara Pihak penerima, pemulangan semacam itu haruslah dengan memperhatikan keselamatan orang tersebut dan status dari tuntutan-tuntutan hukum apapun yang terkait dengan fakta bahwa orang tersebut adalah korban perdagangan manusia dan pemulangan tersebut lebih baik harus bersifat sukarela.
3. Atas permintaan dari Negara Pihak penerima, Negara Pihak yang diminta, tanpa penundaan yang berlebihan atau tidak beralasan, harus memverifikasi apakah orang yang menjadi korban perdagangan manusia adalah warga negaranya atau mendapatkan hak sebagai penduduk tetap di dalam wilayahnya pada saat orang tersebut memasuki wilayah dari Negara Pihak penerima.
4. Dalam rangka untuk memfasilitasi kepulangan seseorang korban perdagangan manusia yang tidak memiliki dokumen sebagaimana mestinya, seseorang yang merupakan warga negara dari Negara Pihak atau orang tersebut mendapat hak sebagai penduduk tetap pada saat orang tersebut memasuki wilayah Negara Pihak penerima, harus setuju untuk mengeluarkan dokumen perjalanan atau otorisasi lainnya yang dianggap perlu, sesuai dengan permintaan Negara Pihak penerima, untuk memungkinkan orang tersebut melakukan perjalanan dan masuk kembali ke dalam wilayahnya.
5. Pasal ini tidak boleh merugikan hak korban perdagangan manusia yang mungkin disebabkan oleh hukum nasional Negara Pihak penerima.
6. Pasal ini harus tanpa merugikan kesepakatan bilateral atau multilateral yang berlaku atau ketetapan yang mengatur, secara keseluruhan maupun sebagian, kepulangan korban perdagangan manusia.
III. PENCEGAHAN, KERJASAMA DAN LANGKAH-LANGKAH LAIN
Pasal 9. Pencegahan
Perdagangan
1. Negara-negara Pihak harus menetapkan kebijakan-kebijakan,
program-program dan langkah-langkah lain yang komprehensif:
a.
Untuk mencegah dan
memerangi perdagangan; dan
b.
Untuk melindungi
korban perdagangan manusia,
terutama perempuan dan
anak-anak, dari kemungkinan untuk
menjadi korban kembali.
2. Negara-negara Pihak harus berupaya keras untuk
melaksanakan langkah-langkah lain yang ditetapkan seperti penelitian, informasi
dan kampanye media massa dan
inisiatif-inisiatif sosial dan ekonomi
untuk mencegah dan memerangi perdagangan.
3. Kebijakan-kebijakan,
program-program, dan langkah-langkah lain
yang ditetapkan sesuai
dengan pasal ini haruslah,
secara layak, menyertakan
kerjasama dengan organisasi-organisasi lembaga swadaya masyarakat sipil lainnya.
4. Negara-negara Pihak harus mengambil atau memperkuat
langkah-langkah lain, termasuk melalui kerjasama bilateral atau multilateral,
untuk menekan faktor-faktor yang
menyebabkan orang-orang, terutama perempuan
dan anak-anak, menjadi
rentan terhadap perdagangan, seperti
misalnya kemiskinan, keterbelakangan pembangunan dan kurangnya kesempatan
yang setara.
5. Negara-negara
Pihak harus mengadopsi atau memperkuat langkah-langkah legislatif
dan langkah- langkah
lainnya, seperti halnya langkah-langkah pendidikan,
sosial dan budaya, termasuk melalui kerjasam bilateral
dan multilateral, untuk
mencegah tuntutan-tuntutan yang
bisa menyebabkan terjadinya
segala bentuk eksploitasi, dan nantinya bisa mengarah menjadi perdagangan,
terutama terhadap perempuan dan anak-anak.
Pasal 10. Pertukaran informasi dan pelatihan
1. Penegakan hukum, otoritas imigrasi dan pihak berwenang
lainnya yang relevan dari Negara-negara Pihak
haruslah secara layak
bekerjasama satu sama
lain dengan cara
bertukar informasi, sesuai dengan hukum nasional mereka, untuk
memungkinkan mereka menentukan:
a) Apakah
seorang individu yang
menyeberangi atau mencoba
menyeberangi perbatasan internasional
dengan dokumen perjalanan yang sebenarnya adalah milik orang lain ataupun tanpa
dokumen perjalanan adalah seorang pelaku atau korban perdagangan manusia;
b) Jenis-jenis
dokumen perjalanan yang
digunakan atau dicoba
untuk digunakan oleh individu-
individu tersebut untuk menyeberangi perbatasan internasional memiliki tujuan
perdagangan manusia..
c) Alat-alat
dan metode-metode yang
digunakan oleh kelompok-kelompok kejahatan
yang terorganisir untuk tujuan
perdagangan, termasuk pengerahan dan transportasi korban, rute-rute dan hubungan-hubungan antara
dan dalam individu-individu dan
kelompok-kelompok yang terlibat
dalam perdagangan semacam itu, dan langkah-langkah yang memungkinkan untuk
mendeteksi mereka.
2. Negara-negara
Pihak harus menyediakan
atau memperkuat pelatihan
untuk penegakan hukum, imigrasi dan pejabat-pejabat lain yang relevan dalam pencegahan
perdagangan manusia. Pelatihan harus difokuskan pada metode-metode
yang digunakan dalam pencegahan perdagangan tersebut, menghukum para pelaku
perdagangan dan melindungi hak para
korban, termasuk melindungi para korban dari pelaku-pelaku perdagangan manusia.
Pelatihan yang diselenggarakan juga harus mempertimbangkan hak
manusia dan persoalan-persoalan yang
sensitif terhadap anak-anak
dan gender dan juga
harus mendorong kerjasama
dengan organisasi-organisasi lembaga
swadaya masyarakat, organisasi-organisasi lainnya yang relevan dan
elemen-elemen masyarakat sipil lainnya.
3. Negara Pihak yang menerima informasi harus bertindak
sesuai dengan permintaan dari Negara Pihak yang menyampaikan informasi
tersebut yang menempatkan pembatasan-pembatasan tempat dalam penggunaanya.
Pasal 11.
Aturan-aturan di perbatasan
1. Tanpa merugikan komitmen internasional dalam hubungannya
dengan kebebasan untuk bergerak bagi semua orang. Negara-negara harus
memperkuat, sejauh mana dimungkinkan, pengawasan perbatasan yang dianggap perlu
untuk mencegah dan mendeteksi perdagangan manusia.
2. Setiap Negara
Pihak harus mengadopsi
langkah-langkah legislatif atau langkah-langkah lain yang dianggap pantas untuk mencegah,
sejauh mana dimungkinkan, alat-alat transportasi yag dioperasikan oleh perusahaan-perusahaan komersial
digunakan untuk tindakan
pidana seperti yang
ditetapkan sesuai dengan pasal 5 Protokol ini.
3. Bila dianggap pantas, dan tanpa merugikan
konvensi-konvensi internasional yang
berlaku, langkah- langkah tersebut harus mencakup perusahaan-perusahaan
transportasi atau pemilik atau operator alat- alat transportasi jenis apapun,
untuk memastikan bahwa semua penumpang memiliki dokumen perjalanan yang
disyaratkan untuk memasuki negara penerima.
4. Setiap Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah yang
diperlukan, sesuai dengan hukum nasionalnya, untuk menjatuhkan sanksi-sanksi
bagi pelanggaran kewajiban yang tertera dalam ayat 3 pasal ini.
5. Setiap Negara Pihak harus mempertimbangkan untuk
mengambil langkah-langkah yang mengijinkan, sesuai dengan hukum nasionalnya,
penolakan masuk atau pencabutan visa orang-orang yang terlibat tindak pidana
sebagaimana telah ditetapkan sesuai dengan Protokol ini.
6. Tanpa
merugikan pasal 27
dari konvensi ini,
Negara-negara Pihak harus
mempertimbangkan memperkuat
kerjasama diantara badan-badan
pengawas perbatasan, salah
satunya dengan cara menjalin dan menjaga hubungan-hubungan
komunikasi langsung.
Pasal 12. Keamanan
dan pengawasan dokumen
Setiap Negara Pihak harus mengambil langkah-langkah yang diangap penting, di dalam alat-alat yang
tersedia sebagai berikut;
a. Memastikan bahwa
dokumen perjalanan atau dokumen identitas
yang mereka keluarkan memiliki
kualitas yang tidak mudah disalahgunakan dan tidak dengan mudah dipalsukan atau
secara tidak sah dirubah, digandakan atau dikeluarkan lagi; dan
b) Memastikan
integritas dan keamanan
dokumen perjalanan ataupun
dokumen identitas yang dikeluarkan oleh atau atas nama Negara Pihak dan untuk mencegah pembuatan,
pengeluaran dan penggunaan yang
tidak sah secara hukum.
Pasal 13. Legitimasi
dan keabsahan dokumen
Berdasarkan
permintaan Negara Pihak
yang lain, sebuah
Negara Pihak, sesuai
dengan hukum nasionalnya,
haruslah menjelaskan legitimasi dalam jangka waktu yang sesuai dan keabsahan
dokumen perjalanan atau identitas yang dikeluarkan atau yang dinyatakan, telah
dikeluarkan olehnya dan diduga digunakan untuk tindak perdagangan manusia.
IV. KETENTUAN-KETENTUAN
AKHIR
Pasal 14.
Klausa-klausa pengamanan
1. Tidak satupun dalam Protokol ini yang mempengaruhi
hak-hak, kewajiban-kewajiban dan
tanggung jawab Negara dan
individu berdasarkan hukum
internasional, termasuk hukum
humaniter internasional dan hukum hak asasi inetrnasional dan, terutama,
apabila berlaku, Konvensi 1951 dan Ptotokol 1967 yang terkait dengan Statuts
Pengungsi dan prinsip tidak memperbolehkan
repatriasi atau dikembalikan ke
tempat asal (Non-Refoulement sebagaimana disebutkan dalam konvensi dan protocol
tersebut).
2. Langkah-langkah yang tertera dalam Protokol ini harus
diinterpretasikan dan dilaksanakan di dalam sebuah cara
yang tidak mendiskriminasikan
siapapun dengan dasar bahwa
mereka adalah korban perdagangan mausia.
Interpretasi dan pelaksanaan
langkah-langkah tersebut haruslah
konsisten dengan prinsip-prinsip yang diakui secara internasional.
Pasal 15.
Penyelesaian Sengketa
1. Negara-negara Pihak harus berupaya dengan keras untuk
menyelesaikan sengketa yang terkait dengan interpretasi dan pelaksanaan
Protokol ini melalui negoisasi.
2. Sengketa apapun yang terjadi di antara dua Negara Pihak
atau lebih yang terkait dengan interpretasi dan pelaksanaan Protokol ini yang tidak bisa diselesaikan
melalui negoisasi dalam waktu tertentu, berdasarkan permohonan
salah satu dari
Negara Pihak yang
bersengketa, dapat diajukan
kepada
3. arbitrase. Jika, dalam waktu enam bulan setelah tanggal
permohonan arbitrase, Negara-negara Pihak yang berselisih tidak dapat mencapai
kesepakatan atas arbitrase tersbut, maka salah satu dari Negara Pihak yang
berselisih tersebut dapat menyerahkan sengketa tersebut kepada Mahkamah
Internasional dengan permohonan yang sesuai dengan Statuta Mahkamah
Internasional.
4. Setiap Negara Pihak, pada saat penandatanganan,
ratifikasi, penerimaan atau persetujuan, aksesi atas Protokol ini, dapat
menyatakan bahwa dirinya tidak mau
terikat dengan ayat 2 pasal ini. Negara- negara Pihak yang lain tidak terikat
dengan ayat 2 pasal ini bila berkaitan dengan Negara Pihak yang mengajukan
pensyaratan ini.
5. Negara Pihak yang telah mengajukan pensyaratan sesuai dengan ayat 3 pasal ini
boleh setiap saat mencabut pensyaratan tersebut dengan menyampaikan
pemberitahuan kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pasal 16.
Tandatangan, pengesahan, penerimaan, persetujuan dan aksesi
1. Protokol ini terbuka bagi semua Negara untuk
menandatangani dari tanggal 12 sampai 15 Desember 2000 di Palermo, Italia, dan
setelah masa itu bisa dilakukan di Markas Besar Perserikatan Bangsa- Bangsa di
New York sampai batas waktu 12 desember 2002.
2. Protokol ini juga
terbuka bagi penandatanganan oleh
organisasi-organisasi
regional yang bersatu dalam hal ekonomi, apabila setidaknya
satu dari anggotanya telah menandatangani Protokol ini sesuai dengan ayat 1
pasal ini.
3. Protokol ini dapat
diratifikasi, penerimaan atau
persetujuan,
instrumen-instrumen ratifikasi,
penerimaan atau persetujuan harus disimpan pada Sekretaris Jenderal
perserikatan Bangsa-Bangsa. Suatu organisasi integrasi ekonomi regional boleh
menyerahkan naskah pengesahan, penerimaan atau persetujuannya jika
paling tidak salah
satu Negara anggotanya
telah melakukan hal
yang sama. Dalam naskah
pengesahan, penerimaan atau
persetujuannya, organisasi tersebut
harus mendeklarasikan
tingkat kompetensinya sesuai
dengan hal-hal yang
diatur dalam protokol
ini. Organisasi macam ini juga harus menginformasikan penyerahan
modifikasi-modifikasi apapun yang
relevan terkait dengan kompetensinya.
4. Protokol ini terbuka untuk diaksesi oleh Negara atau
organisasi integrasi ekonomi regional manapun, yang paling tidak salah satu
dari Negara anggotanya adalah Pihak dari Protokol ini. Instrumen- instrumen
aksesi ini harus disimpan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Pada saat aksesi ini disampaikan, sebuah organisasi integrasi ekonomi regional
harus mendeklarasikan tingkat kompetensinya
yang sesuai dengan hal-hal yang diatur dalam Protokol ini. Organisasi
semacam ini juga harus menginformasikan penyerahan modifikasi apapun yang
relevan terkait dengan kompetensinya.
Pasal 17. Pemberlakuan
1. Protokol
ini mulai berlaku pada hari kesembilan puluh
setelah tanggal penyerahan naskah ratifikasi, penerimaan, persetujuan
atau aksesi yang keempat puluh, kecuali bahwa Protokol ini tidak
boleh berlaku sebelum Konvensi berlaku. Untuk tujuan dari ayat ini,
instrumen
yang disetorkan oleh sebuah organisasi
integrasi ekonomi regional
tidak boleh dihitung
sebagai tambahan dari
yang telah diserahkan oleh Negara
anggota organisasi tersebut.
2. Untuk setiap Negara
atau organisasi integrasi
ekonomi regional yang
meratifikasi, menerima,
menyetujui atau mengaksesi Protokol ini setelah penyerahan instrumen keempat
puluh dari tindakan semacam itu, Protokol
ini harus mulai
diberlakukan pada hari
ketiga puluh setelah
tanggal penyerahan naskah yang relevan oleh Negara atau organisasi
semacam itu atau pada saat Protokol ini diberlakukan menurut aturan dari ayat 1
pasal ini, atau manapun yang belakangan.
Pasal 18. Amandemen
1. Setelah berakhirnya lima tahun masa berlakunya Protokol ini, sebuah Negara Pihak Protokol ini boleh mengusulkan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang segera setelah pengkomunikasian usulan amandemen kepada Negara-negara Pihak dan kepada Konferensi Pihak- Pihak dari Konvensi dengan tujuan untuk mempertimbangkan dan mengambil keputusan dari proposal yang diajukan. Negara-negara Pihak Protokol ini yang bertemu di konferensi Pihak-Pihak harus melakukan semua upaya untuk mencapai konsensus telah dilakukan namun tidak bisa mencapai kesepakatan, sebagai jalan terakhir, amandemen tersebut dapat, sebagai jalan terakhir, meminta penetapannya dengan pemungutan suara mayoritas dua-pertiga dari negara pihak dari Protokol yang hadir dan terlibat pengambilan suara dalam konferensi Pihak-Pihak tersebut.
2. Organisasi-organisasi integrasi ekonomi regional, dalam hal-hal di wilayah kompetensinya, boleh menjalankan hak mereka untuk memilih dibawah pasal ini dengan jumlah suara yang setara dengan jumlah Negara anggota mereka yang menjadi Pihak dari Protokol ini. Organisasi-organisasi semacam ini tidak bias mendapatkan hak suara jika Negara anggota mereka sudah menjalankan haknya dan demikian pula sebaliknya.
3. Suatu amandemen yang ditetapkan sesuai dengan ayat 1 pasal ini menjadi subyek ratifikasi, penerimaan atau persetujuan oleh Negara-negara Pihak.
4. Suatu amandemen yang diterapkan sesuai dengan ayat 1 pasal ini harus mulai diberlakukan oleh sebuah Negara Pihak dalam masa sembilan puluh hari setelah tanggal penyerahan instrumen ratifikasi, penerimaan atau persetujuan amandemen kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa- Bangsa .
5. Suatu amandemen mulai diberlakukan, memiliki kekuatan mengikat terhadap semua Negara-negara Pihak yang menyatakan kesepakatan mereka untuk menjalankannya. Negara-negara Pihak lainnya masih harus terikat ketentuan-ketentuan Protokol ini atau amandemen-amandemen yang dilakukan sebelumnya yang sudah mereka ratifikasi, terima atau setujui.
1. Setelah berakhirnya lima tahun masa berlakunya Protokol ini, sebuah Negara Pihak Protokol ini boleh mengusulkan pada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, yang segera setelah pengkomunikasian usulan amandemen kepada Negara-negara Pihak dan kepada Konferensi Pihak- Pihak dari Konvensi dengan tujuan untuk mempertimbangkan dan mengambil keputusan dari proposal yang diajukan. Negara-negara Pihak Protokol ini yang bertemu di konferensi Pihak-Pihak harus melakukan semua upaya untuk mencapai konsensus telah dilakukan namun tidak bisa mencapai kesepakatan, sebagai jalan terakhir, amandemen tersebut dapat, sebagai jalan terakhir, meminta penetapannya dengan pemungutan suara mayoritas dua-pertiga dari negara pihak dari Protokol yang hadir dan terlibat pengambilan suara dalam konferensi Pihak-Pihak tersebut.
2. Organisasi-organisasi integrasi ekonomi regional, dalam hal-hal di wilayah kompetensinya, boleh menjalankan hak mereka untuk memilih dibawah pasal ini dengan jumlah suara yang setara dengan jumlah Negara anggota mereka yang menjadi Pihak dari Protokol ini. Organisasi-organisasi semacam ini tidak bias mendapatkan hak suara jika Negara anggota mereka sudah menjalankan haknya dan demikian pula sebaliknya.
3. Suatu amandemen yang ditetapkan sesuai dengan ayat 1 pasal ini menjadi subyek ratifikasi, penerimaan atau persetujuan oleh Negara-negara Pihak.
4. Suatu amandemen yang diterapkan sesuai dengan ayat 1 pasal ini harus mulai diberlakukan oleh sebuah Negara Pihak dalam masa sembilan puluh hari setelah tanggal penyerahan instrumen ratifikasi, penerimaan atau persetujuan amandemen kepada Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa- Bangsa .
5. Suatu amandemen mulai diberlakukan, memiliki kekuatan mengikat terhadap semua Negara-negara Pihak yang menyatakan kesepakatan mereka untuk menjalankannya. Negara-negara Pihak lainnya masih harus terikat ketentuan-ketentuan Protokol ini atau amandemen-amandemen yang dilakukan sebelumnya yang sudah mereka ratifikasi, terima atau setujui.
Pasal 19. Penarikan
diri
1. Suatu Negara Pihak boleh menarik diri dari Protokol ini
dengan mengirimkan pemberitahuan tertulis kepada Sekretaris
Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa. Penarikan
diri ini akan
menjadi efektif setelah salah
satu tahun dari tanggal penerimaan surat pemberitahuan oleh Sekretaris
Jenderal.
2. Organisasi integrasi ekonomi regional harus berhenti
menjadi Pihak Protokol ini bila semua Negara anggotanya menarik diri mereka
atas Protokol ini.
Pasal 20. Penyimpanan
dan bahasa
1. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa ditugaskan
untuk melakukan penyimpanan Protokol ini.
2. Naskah asli dari Protokol ini terdapat dalam bahasa Arab,
Cina, Inggris, Prancis, Rusia dan Spanyol yang mempunyai keaslian yang sama dan disimpan oleh
Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa- Bangsa.
Dengan kesaksian ini, para penandatangan, yang diberi
wewenang dengan semestinya untuk menghormati Pemerintah, telah menandatangani Protokol ini.
Sumber : [Protokol Palermo]
Sumber : [Protokol Palermo]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar