“Bila
ada orang memiliki kekayaan dunia ini,
dan melihat saudaranya
menderita kekurangan serta menutup hatinyabagi dia,
bagaimana cintakasih
Allah mau tinggal padanya?’
(1Yoh 3:17).
"POTRET
PERDAGANGAN MANUSIA (TRAFFICKING) DI INDONESIA"
Perbudakan modern merupakan ancaman multidimensi bagi semua
bangsa. Selain penderitaan individu akibat pelanggaran hak asasi manusia,
keterkaitan antara perdagangan manusia dengan kejahatan terorganisir serta
ancaman-ancaman keamanan yang sangat serius seperti perdagangan obat-obatan
terlarang dan senjata, menjadi semakin
jelas. Begitu pula kaitannya dengan keprihatinan kesehatan masyarakat
yang serius, karena banyak korbanmengidap penyakit, baik akibat kondisi hidup
yang miskin maupun akibat dipaksa melakukan hubungan seks, dan diperdagangkan
ke komunitas-komunitas baru. Sebuah negara yang memilih untuk mengebelakangkan
masalah Perdagangan Manusianya membahayakan bangsanya sendiri. Tindakan cepat sangat
dibutuhkan.
Para korban Perdagangan Manusia mengalami
banyak hal yang mengerikan. Luka fisik
dan psikologis, termasuk penyakit dan pertumbuhan yang terhambat, seringkali
meninggalkan pengaruh permanen yang mengasingkan para korban dari keluarga dan masyarakat mereka. Para
korban Perdagangan Manusia seringkali kehilangan kesempatan penting mereka
untuk mengalami perkembangan sosial, moral, dan spiritual. Dalam banyak kasus
eksploitasi pada korban Perdagangan Manusia terus meningkat: seorang anak yang
diperjualbelikan dari satu kerja paksa dapat terus diperlakukan dengan kejam di
tempat lain. Di Nepal, para anak gadis yang direkrut untuk bekerja di
pabrik-pabrik karpet, hotel-hotel, dan restoran kemudian dipaksa untuk bekerja
di industri seks di India. Di Filipina dan banyak negara lain, anak-anak yang
awalnya berimigrasi atau direkrut untuk hotel dan industri pariwisata,
seringkali berakhir dengan terjebak di dalam rumah-rumah pelacuran. Suatu
kenyataan kejam mengenai perdagangan budak moderen adalah para korbannya seringkali dibawa dan dijual.
Cerita menyayat hati tentang nasib tenaga
kerja Indonesia di luar negeri kerapkali menghiasai warta media massa
Indonesia. Mulai dari yang dipekerjakan tanpa upah dan waktu kerja yang jelas,
dianiaya, diperas, diperkerjakan sebagai pekerja seks, diburu-buru aparat
keamanan negara setempat karena dianggap illegal, hingga dituntut ke tiang
gantungan karena tuduhan pembunuhan majikan. Memang tidak semua pekerja migran
mengalami nasib malang seperti juga tidak semua pekerja migran adalah korban
trafficking tetapi keduanya begitu dekat sehingga kadang tidak disadari bahwa
yang sedang terjadi adalah bagian dari trafficking.
Praktek trafficking dapat terjadi baik pada
orang dewasa, anak-anak maupun balita, laki-laki maupun perempuan akan tetapi
korban terbesar kasus trafficking terjadi pada perempuan dan anak.
Kelompok buruh migran, pembantu rumah tangga,
pekerja seks atau mereka yang berada dalam kondisi dan situasi kemiskinan,
ketimpangan relasi kuasa dan minimnya pengetahuan membuat posisi merreka
menjadi lebih rentan menjadi korban perdagangan manusia,dan pernah terjadi pula
seorang yang berpendidikan tinggi juga pernah terjerat dalam praktek ini.
Perbudakan yang terjadi dalam bentuk pengantin pesanan dan pekerja anak.
Bahkan saat ini praktek perdagangan manusia
ini telah mengincar anak anak sekolah.
Atau menggunakan kedok atau penyalahgunaan kesempatan dalam kegiatan resmi
seperti: Duta seni/budaya/kontes kecantikan, Mencarikan pekerjaan yang menarik
dengan gaji menggiurkan, Pendidikan/pemagangan kerja, Pertukaran
pelajar/pemuda, Perjalanan “religius”, Pencarian model/bintang film/artis,
Mencari pengantin, Pengangkatan anak.
Mereka
melakukan praktek perdagangan orang dengan menyamarkan kejahatannya dengan
berbagai tipu muslihat misalnya ;
Memberikan
hutang dengan syarat-syarat tertentu yang memaksa orang tersebut/keluarganya
untuk terus menerus bekerja sebagai pelunasan hutang.
Menjanjikan
pengiriman Tenaga Kerja ke kota, ke luar kota atau ke luar negeri.
Menjadi
PRT, menculik dan mengaku sebagai ibunya.
(Di sadur dari Buku Pegangan
Pemberantasan Perdagangan Orang Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan2008)
Di
beberapa kota besar melaporkan, bahwa ada tren baru di kalangan mahasiswa dan siswa SMA untuk menjual teman-teman pria
dan wanitanya yang masih di bawah umur untuk prostitusi.
Diperkirakan 6,5 juta sampai 9 juta pekerja
migran Indonesia di seluruh dunia, termasuk 2,6 juta orang di Malaysia dan 1,8
juta orang di Timur Tengah. Dan sekitar 69 persen dari seluruh Tenaga Kerja
Indonesia di luar negeri adalah perempuan. Hampir 3 sampai 4,5 juta - Tenaga
Kerja Indonesia di luar negeri menjadi korban dari kondisi yang mengindikasikan
adanya perdagangan manusia 90 persen adalah perempuan dan 56 persen telah
dieksploitasi dalam pekerjaan rumah tangga.
2012 Trafficking in
Persons Report – Indonesia
Istilah perdagangan orang atau trafficking in
person oleh PBB didefenisikan sebagai
"perekrutan, pengiriman, pemindahan,
penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan
kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan,
penyalahgunaan kekerasan, atau posisi rentan, atau memberi atau menerima
bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang
atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. “
Jadi, ada tiga elemen pokok dalam trafficking
yaitu:
Perbuatan:
merekrut, mengangkut, memindahkan, menyembunyikan atau menerima.
Sarana
(cara) untuk mengendalikan korban: ancaman, penggunaan paksaan, berbagai
bentuk kekerasan, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan
atau posisi rentan atau pemberian/penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk
memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas korban.
Tujuan:
eksploitasi, setidaknya untuk prostitusi atau bentuk ekspoitasi seksual
lainnya, kerja paksa, perbudakan, penghambaan, pengambilan organ tubuh.
Di Indonesia kasus perdagangan orang bak
fenomena gunung es, artinya kasus yang terdeteksi hanya sebagian kecil dari
kasus yang sebenarnya.
Indonesia adalah negara sumber utama
perdagangan seks dan kerja paksa bagi perempuan, anak-anak, dan pria dan dalam
tingkat yang jauh lebih rendah menjadi negara tujuan dan transit bagi perdagangan seks dan kerja paksa .
Hampir dari 33 provinsi di Indonesia merupakan daerah sumber dan tujuan
perdagangan manusia, dengan daerah sumber yang paling signifikan adalah provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Nusa Tenggara Barat, dan Banten.
Sejumlah besar pekerja migran Indonesia menghadapi kondisi kerja paksa
dan terjerat utang di negara-negara Asia dan Timur Tengah yang lebih maju , khususnya Arab Saudi, Malaysia, Singapura,
Taiwan, dan Hong Kong Pada tahun data 2011, IOM melaporkan adanya tren baru
perdagangan bagi perempuan, termasuk
beberapa anak untuk eksploitasi seksual komersial di operasi penambangan di
Maluku, Papua, dan Jambi. Ada laporan tentang peningkatan jumlah anak-anak dari
Provinsi Kepulauan Riau wilayah Batam dan provinsi Sulawaesi Utara yang dikirim
ke Propinsi Papua Barat untuk dieksploitasi ke dalam pelacuran.
Ironisnya
walaupun jumlah kasus trafficking dari tahun ketahun cenderung meningkat tetapi
kasus yang dibawa ke pengadilan juga mengikuti fenomena gunung es, kurang dari
1% saja. Ini menunjukkan masih kurangnya perhatian terhadap masalah
trafficking, atau mungkin juga minimnya pemahaman masyarakat sehingga ikut pula
melanggengkan praktek-praktek trafficking.
Negara
sebagai penanggungjawab kesejahteraan warga negaranya telah menunjukkan
perhatiannya dengan mensyahkan rancangan undang-undang Pemberantasan Tindak
Pidana Perdagangan Orang (RUU PTPPO) menjadi undang-undang (UU no. 21 tahun
2007) pada tanggal 20 Maret 2007 lalu. Namun sejauh manakah undang-undang ini
mampu melindungi warganya terutama perempuan dan anak dari praktek trafficking?
Disamping
itu banyak yang mengira bahwa ketika korban diselamatkan dari penyekapan
ataupun pelaku (trafficker), maka masalah sudah selesai. Padahal justru itulah
awal dari kemunculan masalah baru. Lalu siapakah pihak yang paling tepat dalam
menangani korban perdagangan manusia ini?
Dalam definisi-definisi ini, para korban tidak
harus secara fisik diangkut dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Definisi ini
juga secara jelas berlaku pada tindakan merekrut, menampung, menyediakan, atau
mendapatkan seseorang untuk maksud-maksud tertentu.( Protokol Palermo,ayat tiga
definisi aktivitas transaksi )
Yang dilakukan dengan ancaman, atau penggunaan
kekuatan atau bentuk-bentuk pemaksaan lainya, seperti: penculikan , muslihat
atau tipu daya, penyalahgunaan kekuasaan, penyalahgunaan posisi rawan,
menggunakan pemberian atau penerimaan pembayaran (keuntungan) sehingga
diperoleh persetujuan secara sadar (consent) dari orang yang memegang kontrol
atas orang lainnya untuk tujuan eksploitasi atau Jerat Utang.
Eksploitasi meliputi setidak-tidaknya;
pelacuran (eksploitasi prostitusi) orang lain atau lainnya seperti kerja atau
layanan paksa, pebudakan atau praktek-praktek serupa perbudakan, perhambaan
atau pengambilan organ tubuh. Dalam hal anak perdagangan anak yang dimaksud
adalah setiap orang yang umurnya kurang dari 18 tahun.
Tidak ada negara yang kebal terhadap
Perdagangan Manusia. Para korban dipaksa untuk bekerja pada tempat pelacuran,
atau bekerja di tambang-tambang dan tempat kerja buruh berupah rendah, di tanah
pertanian, sebagai pelayan rumah, sebagai prajurit di bawah umur dan, dalam
banyak bentuk perbudakan di luar kemauan mereka. Pemerintah AS memperkirakan
bahwa lebih dari separuh dari para korban yang diperdagangkan secara
internasional diperjualbelikan untuk eksploitasi seksual.
Berjuta-juta korban diperdagangkan di dalam
negaranya sendiri. Banyak faktor
yang mendorong terjadinya perdagangan orang antara lain: Penderitaan
ekonomi / Kemiskinan, Unsur-unsur
kriminal. Pendidikan dan
keterampilan rendah Perilaku
konsumtif dan modis. Keluarga yang tidak harmonis. Pernikahan dan perceraian
usia dini. Norma-norma sosial yang merugikan, pemerintahan yang korup,
kekacauan sosial, ketidakstabilan politik, bencana alam, dan konflik
bersenjata.
Selain itu, keuntungan yang didapat dari
perdagangan manusia mendanai sindikat kejahatan internasional, membantu
perkembangan korupsi pemerintah, dan meruntuhkan peranan hukum.
Amerika Serikat memperkirakan bahwa keuntungan
dari Perdagangan Manusia merupakan salah satu dari tiga sumber pendapatan
teratas bagi kejahatan terorganisir setelah perdagangan narkotika dan
perdagangan senjata.
Para korban yang dipaksa dalam perbudakan seks
seringkali dibius dengan obat-obatan dan
menderita kekerasan yang luar biasa. Para korban yang diperjualbelikan untuk
eksploitasi seksual menderita cedera fisik dan emosional akibat kegiatan
seksual yang belum waktunya, diperlakukan dengan kasar, dan menderita
penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks termasuk HIV/AIDS.
Beberapa korban menderita cedera permanen pada organ reproduksi mereka. Selain
itu, korban biasanya diperdagangkan di lokasi yang bahasanya tidak mereka
pahami, yang menambah cedera psikologis akibat isolasi dan dominasi. Ironisnya,
kemampuan manusia untuk menahan penderitaan yang amat buruk dan terampasnya
hak-hak mereka malah membuat banyak korban yang dijebak terus bekerja sambil
berharap akhirnya mendapatkan kebebasan.
Perdagangan Manusia adalah Pelanggaran Hak
Asasi Manusia, Pada dasarnya, Perdagangan Manusia melanggar hak asasi universal
manusia untuk hidup, merdeka, dan bebas dari semua bentuk perbudakan.
Perdagangan anak-anak merusak kebutuhan dasar seorang anak untuk tumbuh dalam
lingkungan yang aman dan merusak hak anak untuk bebas dari kekerasan dan
eksploitasi seksual.
SIAPA PELAKU PERDAGANGAN ORANG?
Semua
orang bisa menjadi pelaku. Bahkan orang
terdekat sekalipun, yang seharusnya melindungi, antara lain: Orang tua,
Tetangga, Pacar, Teman, Suami/istri, Kakak/adik, Saudara dan Sanak Kerabat,
Tokoh masyarakat Aparat (Camat, Lurah, RW, RT, Polisi, Bidan, dan lain-lain).
Pelaku
bisa menjalankannya secara langsung atau tidak langsung. Karena itu perdagangan orang bisa saja
dilakukan oleh:
Orang yang
menjalankan dan membantu proses perekrutan, penampungan,
pemindahan, pengiriman, dan pengangkutan terhadap korban. (rekruter, tekong,
sponsor, calo, makelar, kafil, dan sebagainya).
Orang yang
melakukan dan membantu penyekapan, penipuan, penculikan,
penjeratan hutang, ancaman dan penggunaan kekerasan terhadap korban (agen
tenaga kerja, germo, mafioso, mami, bos besar, PT, dan sebagainya)
Orang
yang melakukan eksploitasi terhadap korban (majikan, germo, mucikari, mami, bos
jermal, tuan, pemangsa anak, dan sebagainya)
Orang
atau kelompok (petugas, pejabat, biro jasa) yang terlibat dalam pembuatan
dokumen palsu (pemalsuan nama, pemalsuan umur, alamat, status perkawinan)
termasuk yang memberikan keterangan palsu (saksi palsu) untuk pembuatan dokumen
tersebut.
Orang yang menghalangi proses
pengusutan tindak pidana perdagangan orang, termasuk yang menyembunyikan
atau membantu pelaku menghindari tuntutan hukum.
Dalam
prakteknya, pelaku trafiking menggunakan berbagai teknik untuk menanamkan rasa
takut pada korban supaya bisa terus diperbudak oleh mereka. Menurut ICMC/ACIL,
beberapa cara yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban antara lain
(ICMC/ACIL-Mimpi Yang Terkoyak, 2005):
Menahan
gaji agar korban tidak memiliki uang untuk melarikan diri;
Menahan
paspor, visa dan dokumen penting lainnya agar korban tidak dapat bergerak
leluasa karena takut ditangkap polisi;
Memberitahu
korban bahw a status mereka ilegal dan akan dipenjara serta dideportasi jika
mereka berusaha kabur;
Mengancam
akan menyakiti korban dan/atau keluarganya;
Membatasi
hubungan dengan pihak luar agar korban terisolasi dari mereka yang dapat
menolong;
Membuat
korban tergantung pada pelaku trafiking dalam hal makanan, tempat tinggal,
komunikasi jika mereka di tempat di mana mereka tidak paham bahasanya, dan
dalam “perlindungan” dari yang berw ajib; dan
Memutus
hubungan antara pekerja dengan keluarga dan teman;
Caranya
juga mengandung unsur paksaan atau jebakan. Perdagangan manusia ini juga
terdapat unsur eksploitasi, yaitu eksploitasi seksual, pornografi, narkoba, dan
perdagangan organ tubuh manusia.
Merupakan
Tanggung Jawab Kita Bersama
Sosialisasi
adalah langkah penting yang harus dilakukan untuk mencegah lebih banyak korban.
Setiap calon pekerja migran harus tahu apa saja yang akan dia hadapi, baik
proses, hak, kewajiban, maupun resikonya. Sosialisasi ini seharusnya melibatkan
pemerintah, LSM, institusi medis, kepolisian, dan masyarakat itu sendiri.
Jika
kita mengetahui saudara atau tetangga kita menghadapi bahaya perdagangan manusia,
kita harus bertindak. Jangan pernah menunggu orang lain yang bertindak.
Peringatkan sesama perempuan agar tidak terjebak perbudakan dan perdagangan
manusia.