Senin, 14 Maret 2016

STOP PERDAGANGAN MANUSIA!

(PEREMPUAN Dan Anak BUKAN KOMODITAS DAGANG)
“Bila ada  orang memiliki kekayaan dunia ini,
dan melihat saudaranya menderita kekurangan serta menutup hatinyabagi dia,
bagaimana cintakasih Allah mau tinggal padanya?’
(1Yoh 3:17).

"POTRET PERDAGANGAN MANUSIA (TRAFFICKING) DI INDONESIA"
Perbudakan modern  merupakan ancaman multidimensi bagi semua bangsa. Selain penderitaan individu akibat pelanggaran hak asasi manusia, keterkaitan antara perdagangan manusia dengan kejahatan terorganisir serta ancaman-ancaman keamanan yang sangat serius seperti perdagangan obat-obatan terlarang dan senjata, menjadi semakin  jelas. Begitu pula kaitannya dengan keprihatinan kesehatan masyarakat yang serius, karena banyak korbanmengidap penyakit, baik akibat kondisi hidup yang miskin maupun akibat dipaksa melakukan hubungan seks, dan diperdagangkan ke komunitas-komunitas baru. Sebuah negara yang memilih untuk mengebelakangkan masalah Perdagangan Manusianya membahayakan bangsanya sendiri. Tindakan cepat sangat dibutuhkan.
Para korban Perdagangan Manusia mengalami banyak hal yang mengerikan.  Luka fisik dan psikologis, termasuk penyakit dan pertumbuhan yang terhambat, seringkali meninggalkan pengaruh permanen yang mengasingkan para korban  dari keluarga dan masyarakat mereka. Para korban Perdagangan Manusia seringkali kehilangan kesempatan penting mereka untuk mengalami perkembangan sosial, moral, dan spiritual. Dalam banyak kasus eksploitasi pada korban Perdagangan Manusia terus meningkat: seorang anak yang diperjualbelikan dari satu kerja paksa dapat terus diperlakukan dengan kejam di tempat lain. Di Nepal, para anak gadis yang direkrut untuk bekerja di pabrik-pabrik karpet, hotel-hotel, dan restoran kemudian dipaksa untuk bekerja di industri seks di India. Di Filipina dan banyak negara lain, anak-anak yang awalnya berimigrasi atau direkrut untuk hotel dan industri pariwisata, seringkali berakhir dengan terjebak di dalam rumah-rumah pelacuran. Suatu kenyataan kejam mengenai perdagangan budak moderen adalah para korbannya  seringkali dibawa dan dijual.
Cerita menyayat hati tentang nasib tenaga kerja Indonesia di luar negeri kerapkali menghiasai warta media massa Indonesia. Mulai dari yang dipekerjakan tanpa upah dan waktu kerja yang jelas, dianiaya, diperas, diperkerjakan sebagai pekerja seks, diburu-buru aparat keamanan negara setempat karena dianggap illegal, hingga dituntut ke tiang gantungan karena tuduhan pembunuhan majikan. Memang tidak semua pekerja migran mengalami nasib malang seperti juga tidak semua pekerja migran adalah korban trafficking tetapi keduanya begitu dekat sehingga kadang tidak disadari bahwa yang sedang terjadi adalah bagian dari trafficking.
Praktek trafficking dapat terjadi baik pada orang dewasa, anak-anak maupun balita, laki-laki maupun perempuan akan tetapi korban terbesar kasus trafficking terjadi pada perempuan dan anak.
Kelompok buruh migran, pembantu rumah tangga, pekerja seks atau mereka yang berada dalam kondisi dan situasi kemiskinan, ketimpangan relasi kuasa dan minimnya pengetahuan membuat posisi merreka menjadi lebih rentan menjadi korban perdagangan manusia,dan pernah terjadi pula seorang yang berpendidikan tinggi juga pernah terjerat dalam praktek ini. Perbudakan yang terjadi dalam bentuk pengantin pesanan dan pekerja anak.
Bahkan saat ini praktek perdagangan manusia ini telah mengincar anak anak sekolah. Atau menggunakan kedok atau penyalahgunaan kesempatan dalam kegiatan resmi seperti: Duta seni/budaya/kontes kecantikan, Mencarikan pekerjaan yang menarik dengan gaji menggiurkan, Pendidikan/pemagangan kerja, Pertukaran pelajar/pemuda, Perjalanan “religius”, Pencarian model/bintang film/artis, Mencari pengantin, Pengangkatan anak.
Mereka melakukan praktek perdagangan orang dengan menyamarkan kejahatannya dengan berbagai tipu muslihat misalnya ;
Memberikan hutang dengan syarat-syarat tertentu yang memaksa orang tersebut/keluarganya untuk terus menerus bekerja sebagai pelunasan hutang.
Menjanjikan pengiriman Tenaga Kerja ke kota, ke luar kota atau ke luar negeri.
Menjadi PRT, menculik dan mengaku sebagai ibunya.
(Di sadur dari Buku Pegangan Pemberantasan Perdagangan Orang Kementerian Negara Pemberdayaan Perempuan2008)
Di beberapa kota besar melaporkan, bahwa ada tren baru di kalangan mahasiswa  dan siswa SMA untuk menjual teman-teman pria dan wanitanya yang masih di bawah umur untuk prostitusi.
Diperkirakan 6,5 juta sampai 9 juta pekerja migran Indonesia di seluruh dunia, termasuk 2,6 juta orang di Malaysia dan 1,8 juta orang di Timur Tengah. Dan sekitar 69 persen dari seluruh Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri adalah perempuan. Hampir 3 sampai 4,5 juta - Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri menjadi korban dari kondisi yang mengindikasikan adanya perdagangan manusia 90 persen adalah perempuan dan 56 persen telah dieksploitasi dalam pekerjaan rumah tangga.
2012 Trafficking in Persons Report – Indonesia
Istilah perdagangan orang atau trafficking in person oleh PBB didefenisikan sebagai
"perekrutan, pengiriman, pemindahan, penampungan, atau penerimaan seseorang, dengan ancaman, atau penggunaan kekerasan, atau bentuk-bentuk pemaksaan lain, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekerasan, atau posisi rentan, atau memberi atau menerima bayaran atau manfaat untuk memperoleh ijin dari orang yang mempunyai wewenang atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi. “
Jadi, ada tiga elemen pokok dalam trafficking yaitu: 
Perbuatan: merekrut, mengangkut, memindahkan, menyembunyikan atau menerima.
Sarana (cara) untuk mengendalikan korban: ancaman, penggunaan paksaan, berbagai bentuk kekerasan, penculikan, penipuan, kecurangan, penyalahgunaan kekuasaan atau posisi rentan atau pemberian/penerimaan pembayaran atau keuntungan untuk memperoleh persetujuan dari orang yang memegang kendali atas korban.
Tujuan: eksploitasi, setidaknya untuk prostitusi atau bentuk ekspoitasi seksual lainnya, kerja paksa, perbudakan, penghambaan, pengambilan organ tubuh.
Di Indonesia kasus perdagangan orang bak fenomena gunung es, artinya kasus yang terdeteksi hanya sebagian kecil dari kasus yang sebenarnya.
Indonesia adalah negara sumber utama perdagangan seks dan kerja paksa bagi perempuan, anak-anak, dan pria dan dalam tingkat yang jauh lebih rendah menjadi negara tujuan dan transit  bagi perdagangan seks dan kerja paksa . Hampir dari 33 provinsi di Indonesia merupakan daerah sumber dan tujuan perdagangan manusia, dengan daerah sumber yang paling signifikan adalah  provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, dan Banten.  Sejumlah besar pekerja migran Indonesia menghadapi kondisi kerja paksa dan terjerat utang di negara-negara Asia dan Timur Tengah yang lebih maju  , khususnya Arab Saudi, Malaysia, Singapura, Taiwan, dan Hong Kong Pada tahun data 2011, IOM melaporkan adanya tren baru perdagangan  bagi perempuan, termasuk beberapa anak untuk eksploitasi seksual komersial di operasi penambangan di Maluku, Papua, dan Jambi. Ada laporan tentang peningkatan jumlah anak-anak dari Provinsi Kepulauan Riau wilayah Batam dan provinsi Sulawaesi Utara yang dikirim ke Propinsi Papua Barat untuk dieksploitasi ke dalam pelacuran.
Ironisnya walaupun jumlah kasus trafficking dari tahun ketahun cenderung meningkat tetapi kasus yang dibawa ke pengadilan juga mengikuti fenomena gunung es, kurang dari 1% saja. Ini menunjukkan masih kurangnya perhatian terhadap masalah trafficking, atau mungkin juga minimnya pemahaman masyarakat sehingga ikut pula melanggengkan praktek-praktek trafficking.
Negara sebagai penanggungjawab kesejahteraan warga negaranya telah menunjukkan perhatiannya dengan mensyahkan rancangan undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (RUU PTPPO) menjadi undang-undang (UU no. 21 tahun 2007) pada tanggal 20 Maret 2007 lalu. Namun sejauh manakah undang-undang ini mampu melindungi warganya terutama perempuan dan anak dari praktek trafficking?
Disamping itu banyak yang mengira bahwa ketika korban diselamatkan dari penyekapan ataupun pelaku (trafficker), maka masalah sudah selesai. Padahal justru itulah awal dari kemunculan masalah baru. Lalu siapakah pihak yang paling tepat dalam menangani korban perdagangan manusia ini?
Dalam definisi-definisi ini, para korban tidak harus secara fisik diangkut dari satu lokasi ke lokasi lainnya. Definisi ini juga secara jelas berlaku pada tindakan merekrut, menampung, menyediakan, atau mendapatkan seseorang untuk maksud-maksud tertentu.( Protokol Palermo,ayat tiga definisi aktivitas transaksi )
Yang dilakukan dengan ancaman, atau penggunaan kekuatan atau bentuk-bentuk pemaksaan lainya, seperti: penculikan , muslihat atau tipu daya, penyalahgunaan kekuasaan, penyalahgunaan posisi rawan, menggunakan pemberian atau penerimaan pembayaran (keuntungan) sehingga diperoleh persetujuan secara sadar (consent) dari orang yang memegang kontrol atas orang lainnya untuk tujuan eksploitasi atau Jerat Utang.
Eksploitasi meliputi setidak-tidaknya; pelacuran (eksploitasi prostitusi) orang lain atau lainnya seperti kerja atau layanan paksa, pebudakan atau praktek-praktek serupa perbudakan, perhambaan atau pengambilan organ tubuh. Dalam hal anak perdagangan anak yang dimaksud adalah setiap orang yang umurnya kurang dari 18 tahun.
Tidak ada negara yang kebal terhadap Perdagangan Manusia. Para korban dipaksa untuk bekerja pada tempat pelacuran, atau bekerja di tambang-tambang dan tempat kerja buruh berupah rendah, di tanah pertanian, sebagai pelayan rumah, sebagai prajurit di bawah umur dan, dalam banyak bentuk perbudakan di luar kemauan mereka. Pemerintah AS memperkirakan bahwa lebih dari separuh dari para korban yang diperdagangkan secara internasional diperjualbelikan untuk eksploitasi seksual.
Berjuta-juta korban diperdagangkan di dalam negaranya sendiri. Banyak faktor yang    mendorong    terjadinya perdagangan orang antara lain: Penderitaan ekonomi / Kemiskinan, Unsur-unsur kriminal. Pendidikan dan keterampilan rendah Perilaku konsumtif dan modis. Keluarga yang tidak harmonis. Pernikahan dan perceraian usia dini. Norma-norma sosial yang merugikan, pemerintahan yang korup, kekacauan sosial, ketidakstabilan politik, bencana alam, dan konflik bersenjata.
Selain itu, keuntungan yang didapat dari perdagangan manusia mendanai sindikat kejahatan internasional, membantu perkembangan korupsi pemerintah, dan meruntuhkan peranan hukum.
Amerika Serikat memperkirakan bahwa keuntungan dari Perdagangan Manusia merupakan salah satu dari tiga sumber pendapatan teratas bagi kejahatan terorganisir setelah perdagangan narkotika dan perdagangan senjata.
Para korban yang dipaksa dalam perbudakan seks seringkali  dibius dengan obat-obatan dan menderita kekerasan yang luar biasa. Para korban yang diperjualbelikan untuk eksploitasi seksual menderita cedera fisik dan emosional akibat kegiatan seksual yang belum waktunya, diperlakukan dengan kasar, dan menderita penyakit-penyakit yang ditularkan melalui hubungan seks termasuk HIV/AIDS. Beberapa korban menderita cedera permanen pada organ reproduksi mereka. Selain itu, korban biasanya diperdagangkan di lokasi yang bahasanya tidak mereka pahami, yang menambah cedera psikologis akibat isolasi dan dominasi. Ironisnya, kemampuan manusia untuk menahan penderitaan yang amat buruk dan terampasnya hak-hak mereka malah membuat banyak korban yang dijebak terus bekerja sambil berharap akhirnya mendapatkan kebebasan.
Perdagangan Manusia adalah Pelanggaran Hak Asasi Manusia, Pada dasarnya, Perdagangan Manusia melanggar hak asasi universal manusia untuk hidup, merdeka, dan bebas dari semua bentuk perbudakan. Perdagangan anak-anak merusak kebutuhan dasar seorang anak untuk tumbuh dalam lingkungan yang aman dan merusak hak anak untuk bebas dari kekerasan dan eksploitasi seksual.
SIAPA PELAKU PERDAGANGAN ORANG?
Semua orang bisa menjadi pelaku.  Bahkan orang terdekat sekalipun, yang seharusnya melindungi, antara lain: Orang tua, Tetangga, Pacar, Teman, Suami/istri, Kakak/adik, Saudara dan Sanak Kerabat, Tokoh masyarakat Aparat (Camat, Lurah, RW, RT, Polisi, Bidan, dan lain-lain).
Pelaku bisa menjalankannya secara langsung atau tidak langsung.  Karena itu perdagangan orang bisa saja dilakukan oleh:
Orang   yang   menjalankan   dan   membantu proses perekrutan, penampungan, pemindahan, pengiriman, dan pengangkutan terhadap korban. (rekruter, tekong, sponsor, calo, makelar, kafil, dan sebagainya).
Orang  yang  melakukan  dan  membantu penyekapan, penipuan, penculikan, penjeratan hutang, ancaman dan penggunaan kekerasan terhadap korban (agen tenaga kerja, germo, mafioso, mami, bos besar, PT, dan sebagainya)
Orang yang melakukan eksploitasi terhadap korban (majikan, germo, mucikari, mami, bos jermal, tuan, pemangsa anak, dan sebagainya)
Orang atau kelompok (petugas, pejabat, biro jasa) yang terlibat dalam pembuatan dokumen palsu (pemalsuan nama, pemalsuan umur, alamat, status perkawinan) termasuk yang memberikan keterangan palsu (saksi palsu) untuk pembuatan dokumen tersebut.
Orang  yang menghalangi  proses  pengusutan tindak pidana perdagangan orang, termasuk yang menyembunyikan atau membantu pelaku menghindari tuntutan hukum.
Dalam prakteknya, pelaku trafiking menggunakan berbagai teknik untuk menanamkan rasa takut pada korban supaya bisa terus diperbudak oleh mereka. Menurut ICMC/ACIL, beberapa cara yang dilakukan oleh pelaku terhadap korban antara lain (ICMC/ACIL-Mimpi Yang Terkoyak, 2005):
Menahan gaji agar korban tidak memiliki uang untuk melarikan diri;
Menahan paspor, visa dan dokumen penting lainnya agar korban tidak dapat bergerak leluasa karena takut ditangkap polisi;
Memberitahu korban bahw a status mereka ilegal dan akan dipenjara serta dideportasi jika mereka berusaha kabur;
Mengancam akan menyakiti korban dan/atau keluarganya;
Membatasi hubungan dengan pihak luar agar korban terisolasi dari mereka yang dapat menolong;
Membuat korban tergantung pada pelaku trafiking dalam hal makanan, tempat tinggal, komunikasi jika mereka di tempat di mana mereka tidak paham bahasanya, dan dalam “perlindungan” dari yang berw ajib; dan
Memutus hubungan antara pekerja dengan keluarga dan teman;
Caranya juga mengandung unsur paksaan atau jebakan. Perdagangan manusia ini juga terdapat unsur eksploitasi, yaitu eksploitasi seksual, pornografi, narkoba, dan perdagangan organ tubuh manusia.

Merupakan Tanggung Jawab Kita Bersama
Sosialisasi adalah langkah penting yang harus dilakukan untuk mencegah lebih banyak korban. Setiap calon pekerja migran harus tahu apa saja yang akan dia hadapi, baik proses, hak, kewajiban, maupun resikonya. Sosialisasi ini seharusnya melibatkan pemerintah, LSM, institusi medis, kepolisian, dan masyarakat itu sendiri.
Jika kita mengetahui saudara atau tetangga kita menghadapi bahaya perdagangan manusia, kita harus bertindak. Jangan pernah menunggu orang lain yang bertindak. Peringatkan sesama perempuan agar tidak terjebak perbudakan dan perdagangan manusia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar